Selasa 13 Jul 2021 22:37 WIB

Ketidakpercayaan pada Junta Perburuk Krisis Covid-19 Myanmar

Myanmar terancam kekurangan tenaga medis akibat pemberontakan

Myanmar terancam kekurangan tenaga medis akibat pemberontakanDemonstran berbaris di jalan selama protes di Yangon, Myanmar 1 Juli 2021,
Foto:

Sudah terlambat

Ketika orang tua Khin, mahasiswa kedokteran berusia 20 tahun, sakit di Yangon, dia mencoba merawat mereka sendiri. Saat itu ayahnya perlu dirawat di RS, oksigen darahnya sangat rendah sehingga tak seorang pun mau membawanya."Kami memberinya oksigen, tapi dia meninggal," kata Khin, mengkhawatirkan ibunya yang kini juga memerlukan bantuan oksigen.

Antrean tabung oksigen di Yangon jadi indikator yang jelas bahwa wabah makin memburuk. Junta mengatakan pihaknya telah membatasi pasokan untuk mencegah penimbunan, namun membantah berusaha memonopoli oksigen.

Di Asia Tenggara, negara-negara seperti Thailand, Indonesia, dan Malaysia juga mengalami lonjakan Covid-19 terburuk yang sebagian dipicu oleh varian Delta. 

Namun kelompok oposisi membandingkan respons junta dengan fakta bahwa gelombang sebelumnya dapat ditangani Suu Kyi, yang kini juga dituduh melanggar protokol Covid-19 yang menurut pengacaranya tidak masuk akal.

"Sistem dan layanan kesehatan telah hancur akibat persekusi militer dan aksi teror terhadap rakyat," kata Sasa, dokter medis dan juru bicara National Unity Government, pemerintah bawah tanah Myanmar.

Beberapa hari sebelum kudeta, Myanmar telah memulai program vaksinasinya yang pertama, namun terhenti karena masyarakat menolak menerima bantuan dari otoritas militer. Mantan kepala program vaksinasi Htar Htar Lin, yang ditunjuk pemerintah sipil sebelum kudeta, adalah salah seorang petugas kesehatan yang ditangkap.

 

Pemerintah militer mengatakan pada Senin bahwa vaksinasi akan dilanjutkan, dengan bantuan dari sekutu asing terbesarnya, Rusia. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement