REPUBLIKA.CO.ID, PARIS--Kepala Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) Michelle Bachelet meminta pemerintah Kuba untuk membebaskan pengunjuk rasa dan sejumlah wartawan yang ditahan selama unjuk di negara Karibia itu. Ia juga mengecam penggunaan kekuatan berlebihan petugas keamanan.
Dalam pernyataanya Jumat (16/7) Bachelet mengecam respon pemerintah terhadap demonstrasi yang dipicu kelangkaan kebutuhan dasar, pengekangan kebebasan sipil dan penanggulangan Covid-19 pemerintah. Kuba jarang dilanda unjuk rasa besar-besaran.
Aljazirah melaporkan satu orang tewas dan sekitar 100 orang ditahan dalam unjuk rasa yang dimulai Ahad (10/7) lalu.
"Sangat mengkhawatir orang-orang yang diduga ditahan dilarang melakukan komunikasi dan keberadaan orang-orang itu tidak diketahu, semua yang ditahan karena menjalankan hak mereka harus segera dibebaskan," kata Bachelet.
Bachelet menyerukan penyelidikan 'independe, transpran, dan efektif' atas kematian pengunjuk rasa. Pihak yang bertanggung jawab atas kematian itu harus dimintai pertanggung jawaban.
Ia juga mendesak pihak berwenang Kuba untuk memastikan akses internet sepenuhnya dikembalikan. Setelah sempat diputus selama beberapa hari pada awal pekan ini. Akses pada media sosial dan layanan kirim pesan juga dibatasi selama unjuk rasa.
Pemimpin-pemimpin Kuba mengatakan kerusuhan dikobarkan dan didanai Amerika Serikat (AS). Rabu (14/7) lalu pertama kalinya Presiden Miguel Diaz-Canel mengakui kegagalan pemerintah juga berperan dalam unjuk rasa.
"(Pemerintah harus) melakukan analisis kritik masalah-masalah kami untuk bertindak dan mengatasi dan menghindari agar tidak terulang," katanya.