REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Putaran terakhir negosiasi intra-Afghanistan gagal memberikan terobosan, sementara pemerintah Afghanistan dan Taliban pada Ahad (18/7) berjanji untuk bertemu lagi dan mempercepat pembicaraan damai tingkat tinggi di Doha, Qatar.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan setelah dialog selama dua hari, kedua pihak juga berjanji untuk melindungi kehidupan sipil, infrastruktur dan layanan di negara yang dilanda perang itu. Kedua belah pihak menyadari perlunya kesepakatan yang dapat menangani kepentingan dan tuntutan semua perempuan dan pria Afghanistan berdasarkan prinsip-prinsip Islam dan bertekad untuk tetap terlibat dalam negosiasi pada tingkat tinggi untuk mencapai kesepakatan semacam itu dan untuk mencapai tujuan dari pertemuan.
Beberapa menit setelah pernyataan bersama, juru bicara Taliban Mohammed Naeem dengan tegas menolak kesepakatan apa pun tentang gencatan senjata atau pembebasan tahanan.
Delegasi perdamaian pemerintah Afghanistan mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa Taliban melontarkan gagasan perpanjangan gencatan senjata asalkan 7.000 lebih tawanan mereka dibebaskan oleh pemerintah Afghanistan. Kelompok itu juga meminta para pemimpin mereka dikeluarkan dari daftar sanksi PBB.
Pemerintah Afghanistan, di sisi lain, masih ragu untuk menerima ide ini sebagai jalan keluar setelah melihat banyak dari 5.000 Taliban yang telah dibebaskan kembali ke medan perang.
Sebelumnya, di tengah negosiasi intra-Afghanistan yang diremajakan, pemimpin tertinggi Taliban menyatakan kecenderungannya menuju penyelesaian konflik secara damai. Dalam pesan tahunan untuk hari raya Idul Adha, Mawlawi Hibatullah Akhundzada mengatakan kelompok itu menjadi lebih kuat, lebih terorganisir, diperlengkapi dengan baik dan lebih kuat dibandingkan dengan masa lalu setelah penarikan pasukan asing.