REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah penelitian di Italia Utara menemukan bahwa antibodi virus corona dapat bertahan setidaknya selama sembilan bulan setelah infeksi. Ini berlaku untuk semua penyintas Covid-19 baik yang bergejala maupun tidak.
Para peneliti dari University of Padova melakukan analisis terhadap 2.602 orang di Vo' Euganeo, Italia. Tes massal digelar pada bulan Februari/Maret dan Mei 2020, dimana sekitar 6 persen di antaranya dinyatakan positif dan diuji lagi pada November.
Hasilnya menunjukkan, 98,8 persen individu yang dites pada Februari/Maret dan positif Covid-19, antibodinya masih terdeteksi hingga November 2020. Sementara hampir 20 persen mengalami peningkatan atau reaktivitas sejak Mei, menunjukkan potensi infeksi ulang.
Para ilmuwan melacak tingkat antibodi melalui tiga tes yang dibuat oleh Roche, DiaSorin dan Abbott dan menemukan tingkat pembusukan yang berbeda pada tingkat antibodi. “Pengujian pada Mei menunjukkan bahwa 3,5 persen populasi Vo telah terpapar virus, meskipun tidak semua subjek ini menyadari paparan mereka mengingat sebagian besar infeksi tanpa gejala,” kata Profesor Enrico Lavezzo seperti dilansir dari Fox News, Selasa (20/7).
"Namun, dari tindakan lebih lanjut, yang dilakukan kira-kira sembilan bulan setelah tes, kami menemukan bahwa antibodi kian berkurang. Jadi kami perlu terus memantau persistensi antibodi untuk rentang waktu yang lebih lama," tambah dia.
Dr Ilaria Dorigatti dari Imperial College London yang juga terlibat dalam studi, mengatakan bahwa tim tidak menemukan bukti bahwa tingkat antibodi antara infeksi simtomatik dan asimtomatik berbeda secara signifikan. Ini menunjukkan bahwa kekuatan respon imun tidak tergantung pada gejala dan tingkat keparahan infeksi.
Dorigatti kemudian menyoroti klaster keluarga yang tingkat penularannya sangat tinggi. Ia meminta agar setiap orang memperketat protokol kesehatan di lingkup keluarga, dan mulai vaksinasi.
"Jelas bahwa pandemi belum berakhir, baik di Italia maupun di luar negeri. Ke depan, saya pikir sangat penting untuk terus memberikan dosis vaksin pertama dan kedua serta memperkuat pengawasan termasuk pelacakan kontak," kata Dorigatti.
Studi sebelumnya menemukan bahwa antibodi bertahan setidaknya enam bulan setelah infeksi awal. Ada juga studi yang menyebut antibodi masih terdeteksi di bulan ke-11, dan mengklaim bahwa orang yang mengalami gejala ringan memiliki antibodi sepanjang hidupnya.