REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN - Asosiasi jurnalis Jerman menuntut klarifikasi dan tindakan atas terungkapnya penggunaan perangkat lunak pengintai atau spyware Israel terhadap aktivis dan jurnalis, Senin (19/7) waktu setempat. Perangkat lunak tersebut dikenal dengan pegasus yang berasal dari perusahan pengawasan Israel, NSO.
"Pihak berwenang harus mengklarifikasi jika perangkat lunak Pegasus dari Israel telah digunakan terhadap wartawan Jerman. Ini skandal pengawasan yang belum pernah terjadi sebelumnya," ujar Ketua Federasi Jurnalis Jerman (DJV) Frank Ueberall dilansir laman Middle East Monitor, Rabu (21/7).
Perusahaan Israel yang dituduh memasok spyware ke pemerintah telah dikaitkan dengan daftar puluhan ribu nomor ponsel cerdas, termasuk nomor para aktivis, jurnalis, eksekutif bisnis, dan politisi di seluruh dunia. NSO Group dan malware Pegasus memang telah menjadi berita utama sejak 2016, ketika para peneliti menuduhnya membantu memata-matai seorang pembangkang di UEA.
Perangkat lunak itu mampu menyalakan kamera atau mikrofon ponsel, dan mengambil datanya. Sementara itu, Ketua Persatuan Jurnalis Jerman (dju) Monique Hofmann menyerukan pembatasan ekspor teknologi pengawasan.
"Negara-negara otoriter menggunakan Pegasus untuk membungkam suara-suara kritis dan oposisi. Perangkat lunak mata-mata tidak boleh diberikan ke negara-negara di mana hak asasi manusia berulang kali dilanggar," katanya.
Organisasi jurnalisme nonprofit Forbidden Stories dan kelompok hak asasi manusia Amnesty International, Proyek Pelaporan Kejahatan dan Korupsi Terorganisir, dan 16 mitra media di seluruh dunia bekerja untuk mengungkap siapa yang mungkin menjadi korban Pegasus, dan menceritakan kisah mereka.
NSO mengeklaim perangkat lunak itu hanya dijual ke lembaga penegak hukum dan dinas rahasia pemerintah. Perangkat lunaknya diaudit dengan tujuan tunggal untuk menyelamatkan nyawa manusia dengan mencegah kejahatan dan tindakan terorisme.