Kamis 22 Jul 2021 14:56 WIB

Demo Krisis Air Berlanjut di Iran

Para pengunjuk rasa yang marah karena kekurangan air kembali turun ke jalan di Iran

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Pengunjuk rasa Iran. Para pengunjuk rasa yang marah karena kekurangan air kembali turun ke jalan di Iran. Ilustrasi.
Foto: AP Photo/Vahid Salemi
Pengunjuk rasa Iran. Para pengunjuk rasa yang marah karena kekurangan air kembali turun ke jalan di Iran. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN - Para pengunjuk rasa yang marah karena kekurangan air kembali turun ke jalan di kota-kota Iran enam hari berturut hingga Rabu (21/7) waktu setempat. Warga Teheran juga dilaporkan protes dan meneriakkan slogan-slogan anti pemerintah.

Seperti dilansir laman Al Arabiya, video yang diunggah pengguna media sosial menunjukkan aparat keamanan menggunakan gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa. Kantor berita semi-resmi Fars mengatakan perusuh menembak mati seorang polisi dan melukai sejumlah orang lainnya di kota pelabuhan Mahshahr di provinsi Khuzestan yang kaya minyak.

Baca Juga

Di kota Izeh, para demonstran meneriakkan "Reza Shah, berkatilah jiwamu" dalam sebuah video. Video itu merujuk pada pendiri dinasti Pahlevi yang digulingkan oleh Revolusi Islam 1979.

Aktivis menyerukan demonstrasi untuk mendukung para pemrotes Khuzestan. Video yang muncul Selasa malam dan Rabu pagi menunjukkan wanita meneriakkan "Turunkan Republik Islam" di stasiun metro Teheran.

Reuters tidak dapat secara independen mengotentikasi video tersebut. Setidaknya dua pemuda telah ditembak mati dalam protes tersebut. Para pejabat menyalahkan pengunjuk rasa bersenjata. Akan tetapi para aktivis mengatakan di media sosial bahwa mereka dibunuh oleh pasukan keamanan.

Etnis Arab minoritas Iran, yang sebagian besar tinggal di Khuzestan, telah lama mengatakan mereka menghadapi diskriminasi. Seorang pengunjuk rasa wanita Arab terdengar meneriaki pasukan keamanan dalam satu video: "Bapak! Pak! Demonstrasi berlangsung damai. Mengapa Anda menembak? Tidak ada yang mengambil tanah dan airmu".

Kekeringan terburuk di Iran dalam 50 tahun telah memicu pemadaman listrik. Ekonomi Iran jatuh karena sanksi yang dijatuhkan oleh mantan presiden AS Donald Trump dan pandemi Covid-19.

Pekerja, termasuk ribuan di sektor energi utama, dan pensiunan telah memprotes selama berbulan-bulan di tengah ketidakpuasan terhadap pemerintah, pengangguran merajalela, dan inflasi.

Di Washington, juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat Ned Price mengatakan Amerika Serikat mengikuti dengan cermat protes, termasuk laporan pasukan keamanan telah menembaki pengunjuk rasa. "Kami mendukung hak warga Iran untuk berkumpul secara damai dan mengekspresikan diri. Iran harus menikmati hak-hak itu tanpa takut akan kekerasan, tanpa takut akan penahanan sewenang-wenang oleh pasukan keamanan," katanya kepada wartawan.

Setidaknya 31 protes terjadi di seluruh Iran pada Senin dan Selasa pekan ini. Menurut Kantor Berita Aktivis Hak Asasi Manusia, demo tersebut termasuk aksi unjuk rasa oleh pekerja dan petani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement