REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Taiwan telah dibanjiri sampah akibat meningkatnya pengiriman makanan dan paket belanja daring selama pembatasan pergerakan masyarakat. Kondisi tersebut telah mengancam berbagai upaya yang sudah dilakukan untuk mengurangi konsumsi plastik sekali pakai.
Taiwan tengah menghadapi lonjakan kasus Covid-19 sejak April setelah berbulan-bulan mencatat sedikit kasus. Sejak pertengahan Mei, penguncian diberlakukan dengan beragam aturan, termasuk membatasi pertemuan pribadi dan makan di restoran.
Kepala bagian daur ulang di Departemen Perlindungan Lingkungan Taipei, Li Yu-huei, mengatakan jumlah sampah wadah sekali pakai di Taipei antara Januari dan Mei meningkat 85 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pada Mei saja, Taipei memproduksi sampah yang bisa didaur ulang sebanyak 10,79 ton dibandingkan 7,05 ton pada tahun sebelumnya, menurut data departemen tersebut.
Kebanyakan sampah itu berupa alat makan sekali pakai dari kertas dan plastik, dan itu membuat risau para pecinta lingkungan. "Kami tak bisa kembali memakai alat makan sekali-pakai setiap kali ada lonjakan kasus," kata juru kampanye Greenpeace Taiwan, Tang An.
"Ini berarti bahwa semua usaha yang telah dilakukan untuk mengurangi sampah plastik akan sia-sia. New Taipei, kotamadya yang mengelilingi Taipei, mencatat kenaikan 50 persen pada volume sampah yang bisa didaur ulang pada Mei dibandingkan tahun lalu, kata Tang.
Sementara itu, alat makan sekali pakai dan barang-barang plastik dilarang di semua pujasera dan toko swalayan, sebagian besar restoran dan toko minuman, yang juga menjadi sumber terbesar plastik sekali pakai, dikecualikan dari kebijakan. Mereka juga termasuk pelaku bisnis yang mencatat peningkatan order pengiriman terbesar selama penguncian.
Juru masak, Pan Yen-ming, di restoran Korea An-Nyeong di Taipei mengatakan, dia menghabiskan 20 ribu dolar Taiwan (sekitar Rp10,3 juta) untuk membeli alat makan sekali-pakai pada Juni. Pengeluaran tersebut menambah biaya bahan bakunya hingga sebanyak 14 persen.
"Saya harus mengakui, saya memilih tutup mata tentang hal ini, saya harus mengalihkan tanggung jawab sosial ini ke orang lain, berpura-pura tidak tahu," kata dia.
"Kalau kami tidak mengemas makanan dengan cantik, tak ada orang yang memperhatikan," ujarnya lagi.