Selasa 27 Jul 2021 14:18 WIB

Bencana Marak, PBB Mulai Diskusikan Perubahan Iklim

Gelombang panas, banjir, dan kekeringan ekstrem telah terjadi di tiga benua.

Seorang anak ikut dalam aksi di Brisbane, Australia,  menyelamatkan bumi dari perubahan iklim global (Ilustrasi)
Foto: DAN PELED/EPA-EFE
Seorang anak ikut dalam aksi di Brisbane, Australia, menyelamatkan bumi dari perubahan iklim global (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam beberapa pekan terakhir, gelombang panas, banjir, dan kekeringan ekstrem telah terjadi di tiga benua. Para ahli memulai diskusi untuk cegah bencana iklim berskala global.

Sekitar 200 negara pada Senin (26/7) memulai negosiasi daring untuk memvalidasi laporan sains Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang akan menjadi skala ukuran pada pertemuan puncak di musim gugur tahun ini. Pertemuan ini bertujuan mencegah bencana iklim dalam skala global.

Baca Juga

Dalam beberapa pekan terakhir, gelombang panas, banjir, dan kekeringan yang memecahkan rekor telah terjadi di tiga benua. Semuanya diperparah dengan adanya pemanasan global. Keseluruhan peristiwa cuaca ekstrem tersebut membuat Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) yang dibentuk pada 1988 untuk menginformasikan negosiasi iklim PBB, menjadi tepat untuk digelar. 

"Ini akan menjadi peringatan, tidak ada keraguan tentang itu," kata Richard Black, pendiri dan rekanan senior di lembaga pemikir Energy and Climate Intelligence Unit yang bermarkas di London, Inggris.

Richard Black mengatakan bahwa laporan dari para peneliti tersebut datang hanya beberapa minggu menjelang Sidang Umum PBB, KTT G20, dan KTT iklim COP26 yang beranggotakan 197 negara di Glasgow.

Dunia bukan lagi tempat yang sama

Sejak adanya penilaian komprehensif terakhir IPCC pada tahun 2014 tentang pemanasan global di masa lalu dan masa depan, dunia ini bukan lagi tempat yang sama. Sebelum terjadinya gelombang panas dan kebakaran yang mematikan baru-baru ini, masih ada debat dan keraguan apakah memang cuaca global tengah ataukah ini adalah hampir sepenuhnya karena ulah manusia. Selain itu orang juga sibuk memprediksi bahwa dampak dari perubahan iklim adalah makin beratnya masalah di masa depan.

Yang juga berbeda sejak tahun 2014 adalah bahwa telah diadopsinya Perjanjian Paris dengan janji kolektif untuk membatasi kenaikan suhu permukaan bumi pada "jauh di bawah" dua derajat Celsius di atas level akhir abad ke-19. 

Polusi karbon dari pembakaran bahan bakar fosil, kebocoran gas metana, dan pertanian telah menaikkan termometer 1,1 derajat Celsius sejauh ini. Setelah jeda singkat yang disebabkan oleh Covid, emisi kembali meningkat tajam, menurut Badan Energi Internasional (IEA).

 

sumber : DW
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement