Selasa 27 Jul 2021 15:10 WIB

Perwakilan Suku Bosnia Boikot Lembaga Pemerintahan

Perwakilan suku terbesar Bosnia memprotes larangan penolakan genosida 1995

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Pawai perdamaian memperingati 26 tahun tragedi genosida di Srebrenica Bosnia.
Foto: Anadolu agency
Pawai perdamaian memperingati 26 tahun tragedi genosida di Srebrenica Bosnia.

REPUBLIKA.CO.ID, SARAJEWO -- Perwakilan suku terbesar Bosnia telah mengumumkan boikot terhadap semua lembaga besar di negara itu. Seruan ini muncul karena kemarahan tentang keputusan perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk melarang penolakan genosida.

Salah satu pemimpin oposisi di Republika Srpska yang merupakan entitas Serbia Bosnia, Branislav Borenovic, mengumumkan boikot pada Senin (26/7). "Mulai besok, perwakilan politik Serbia tidak akan lagi berpartisipasi dalam pekerjaan lembaga bersama Bosnia dan Herzegovina dan tidak akan membuat keputusan apa pun sampai masalah ini diselesaikan," katanya dikutip dari Aljazirah.

Baca Juga

Diplomat Austria dan Perwakilan Tinggi PBB di Bosnia yang juga memegang berbagai kekuasaan eksekutif, Valentin Inzko, membuat keputusan pekan lalu. Inzko memberlakukan amandemen KUHP Bosnia untuk melarang penolakan genosida dan kejahatan perang di negara di mana genosida Srebrenica diremehkan oleh para pemimpin Serbia.

Sementara pejabat tinggi dapat mengesahkan undang-undang atau menggeser pejabat terpilih, dia jarang menggunakan kekuasaannya di masa lalu. Keputusan terbaru ini telah membuat marah para politisi Serbia.

Borenovic menyatakan perwakilan Serbia akan memboikot kepresidenan bersama Bosnia, parlemen, dan pemerintah. Secara efektif langkah ini  memblokir lembaga pusat yang bergantung pada persetujuan perwakilan dari ketiga etnis.

Setelah Perjanjian Damai Dayton yang ditandatangani pada Desember 1995, Bosnia telah dibagi menjadi dua entitas yakni Republika Srpska yang dipimpin Serbia dan entitas Federasi yang dijalankan oleh Bosniak-Kroasia. Dari 1992-1995 terjadi konflik bersenjata internasional di Bosnia yang menewaskan sekitar 100.000 orang.

Genosida Srebrenica terjadi pada Juli 1995, beberapa bulan sebelum perang berakhir. Ketika itu pasukan Serbia mengumpulkan dan membunuh lebih dari 8.000 pria dan anak laki-laki Muslim Bosnia setelah merebut kota Srebrenica. Pembantaian itu dianggap genosida oleh berbagai putusan Pengadilan Kriminal Internasional untuk Bekas Yugoslavia (ICTY) dan Mahkamah Internasional (ICJ).

Namun para pemimpin Serbia di Bosnia dan Serbia biasanya menyangkal pembantaian itu sebagai genosida dan malah menyebutnya sebagai kejahatan besar. Keputusan Inzko, yang dibuat diplomat itu hanya sepekan sebelum masa jabatannya berakhir, langsung ditolak oleh para pemimpin Serbia Bosnia. Anggota Serbia dari kepresidenan bersama Bosnia, Milorad Dodik, bahkan mengancam pembubaran negara Balkan.

Perselisihan itu terjadi pada saat yang sangat sulit karena Inzko yang 12 tahun menjabat bersiap untuk menyerahkan posisinya kepada Christian Schmidt dari Jerman pada 1 Agustus. Namun, Rusia dan China menantang penunjukan Schmidt di PBB. "Perwakilan tinggi yang datang tidak memiliki legitimasi,” kata Dodik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement