REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Pemimpin Oposisi Malaysia Anwar Ibrahim mendesak Perdana Menteri Muhyiddin Yassin untuk mengundurkan diri. Hal itu menyusul pernyataan yang dikeluarkan oleh Istana Raja Malaysia tentang masalah Proklamasi Darurat.
“Ini menunjukkan bahwa Kabinet yang dipimpin oleh Tan Sri Muhyiddin melanggar Konstitusi dengan menghina institusi raja, konstitusi,” kata Anwar di parlemen.
Anwar mengatakan Pemerintah Malaysia tidak jujur dan pernyataannya telah menyesatkan parlemen serta membingungkan rakyat Malaysia. “Kami tidak punya pilihan selain menuntut Perdana Menteri untuk mengundurkan diri,” kata Anggota Parlemen Malaysia daerah pemilihan Port Dickson itu.
Anwar juga menegaskan bahwa Ketua Parlemen tidak boleh melindungi PM Muhyiddin Yassin jika terbukti telah melanggar undang-undang. “Ini pernyataan resmi yang dikeluarkan Agong bukan dari media,” ucap Anwar menekankan.
Raja Malaysia pada Kamis menyampaikan kritik atas langkah pemerintah Malaysia mengumumkan pencabutan regulasi darurat Covid-19 atau Ordinan Darurat secara sepihak tanpa melalui persetujuan Agong.
Agong menegaskan pencabutan semua Status Darurat yang disampaikan pemerintah Malaysia pada Senin lalu dilakukan secara tergesa-gesa tanpa mempresentasikannya terlebih dahulu di parlemen.
Agong, sambung Istana Negara, menegaskan pernyataan kontradiktif dan menyesatkan itu tidak hanya gagal menghormati prinsip supremasi hukum tapi juga telah mengabaikan fungsi kekuasaan Agong sebagai kepala negara.
Malaysia adalah negara monarki konstitusional di mana raja memiliki peran seremonial, melaksanakan tugasnya dengan saran dari perdana menteri dan kabinet.
Tetapi raja juga memiliki kekuatan untuk memutuskan apakah keadaan darurat harus diberlakukan. Pada Senin lalu, Menteri Hukum Malaysia Takiyuddin Hassan menyampaikan di Parlemen bahwa pemerintah telah mencabut enam Ordonansi Darurat sejak 21 Juli.
Takiyuddin juga mengatakan pemerintah tidak akan meminta raja untuk memperpanjang keadaan darurat ketika berakhir pada 1 Agustus. Hal ini pun langsung memicu polemik di antara anggota parlemen.
Pimpinan kubu oposisi mengaku tidak diberi tahu soal kebijakan pencabutan pembatasan darurat, yang dilakukan pemerintah Malaysia pada pekan lalu.
Mereka juga menuntut pemerintah untuk mengungkapkan konsekuensinya bagi masyarakat luas. "Kenapa kami tidak diberi tahu? Keputusan siapa ini?" kata Deputi Ketua Partai Aksi Demokratik, Gobind Singh Deo, saat rapat di parlemen pada Selasa.
Sebelumnya, pemerintah Malaysia mengumumkan pelaksanaan beberapa ordonansi selama masa Proklamasi Darurat yang berisi soal regulasi untuk mengekang Covid-19 dan aturan bagi mereka yang melanggar protokol kesehatan.
Malaysia pada Rabu kembali melaporkan rekor kasus Covid-19 sebanyak 17.405 dalam 24 jam terakhir. Dengan penambahan itu, total kasus positif di Malaysia menjadi 1.061.476 orang.