REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Dewan Keamanan PBB akan memfasilitasi suara-suara yang dibungkam oleh junta Myanmar. Pernyataan itu disampaikan di tengah kekerasan pascakudeta dan pandemi Covid-19 di negara itu.
"Pekan ini, anggota DK PBB akan mendengar langsung kesaksian dari orang-orang yang dibungkam oleh militer mengenai cara mengatasi krisis, termasuk penyediaan vaksin untuk seluruh rakyat Myanmar," kata Barbara Woodward, perwakilan permanen Inggris untuk PBB.
Menurut Woodward, setengah dari populasi Myanmar dapat terinfeksi Covid-19 dalam dua minggu ke depan. "Meskipun upaya heroik dari staf medis di sana, sistem kesehatan Myanmar hampir kolaps. Ekonomi, pekerjaan, bisnis, semuanya kolaps," kata dia lagi.
Pernyataan itu menggemakan keprihatinan serupa yang diungkapkan seoang pakar PBB yang mendesak negara-negara anggota DK PBB untuk mendorong gencatan senjata di Myanmar di tengah meningkatnya infeksi dan kematian akibat Covid-19.
Pelapor Khusus PBB untuk Myanmar Tom Andrews menuding pemerintah junta yang menjabat atau Dewan Administrasi Negara (SAC) "meningkatkan serangan terhadap tenaga kesehatan".
Menurut PBB, pasukan junta terlibat dalam setidaknya 260 serangan terhadap personel dan fasilitas medis, yang merenggut sedikitnya 18 nyawa.
"Lebih dari 600 tenaga kesehatan saat ini menghindari surat perintah penangkapan, sedangkan 67 lainnya ditahan oleh pasukan junta," tambahnya.
Myanmar sejauh ini melaporkan 284.099 kasus Covid-19, termasuk 8.210 kematian. Militer Myanmar, yang secara lokal dikenal sebagai Tatmadaw, melancarkan kudeta pada 1 Februari, menahan pejabat dari Partai Liga Nasional untuk Demokrasi yang berkuasa saat itu.
Kudeta itu memicu demonstrasi di seluruh negeri yang menyebabkan 936 orang tewas dan hampir 5.400 lainnya dipenjara.