REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin menghadapi seruan untuk mengundurkan diri pada Kamis (29/7) dari oposisi dan blok terbesar dalam koalisi yang berkuasa. Desakan itu muncul setelah teguran langka oleh Raja Malaysia atas penanganan pemerintah terhadap peraturan darurat Covid-19.
Blok terbesar dalam aliansi yang berkuasa, Partai UMNO, meminta Muhyiddin untuk mengundurkan diri karena tidak mematuhi keputusan Raja. Dia memperdebatkan peraturan darurat di parlemen dan mencabutnya tanpa persetujuan Raja. Presiden UMNO Ahmad Zahid Hamidi mengatakan tindakan Muhyiddin adalah tindakan yang jelas pengkhianatan terhadap Raja.
Pemimpin oposisi Anwar Ibrahim mengatakan telah mengajukan mosi tidak percaya terhadap Muhyiddin. Dia mengklaim mayoritas anggota parlemen tidak lagi mendukung perdana menteri.
Pemerintah Muhyiddin mengatakan awal pekan ini bahwa pada 21 Juli telah mencabut semua peraturan yang mulai berlaku sejak keadaan darurat nasional diberlakukan pada Januari. Yang di-Pertuan Agong memberlakukan keadaan darurat atas saran Muhyiddin, yang mengatakan itu diperlukan untuk mengekang penyebaran Covid-19. Namun, para kritikus mengecam langkah itu dan menuduh perdana menteri berusaha mempertahankan kekuasaan di tengah mayoritas tipis.
Dalam sebuah pernyataan Kamis (29/7), Istana mengatakan pencabutan peraturan keadaan darurat dilakukan tanpa persetujuan Raja. Keputusan itu pun dinilai bertentangan dengan konstitusi federal dan prinsip-prinsip hukum. Kantor Muhyiddin mengatakan pemerintahnya telah bertindak sesuai dengan hukum dan konstitusi Malaysia.
Langkah itu dilakukan setelah lebih dari satu tahun kekacauan politik di negara Asia Tenggara. Kondisi itu usai keluarnya mantan Perdana Menteri Mahathir Mohamad secara tak terduga pada Februari 2020 di tengah pertikaian dalam koalisi pemerintahannya. Muhyiddin telah memerintah dengan mayoritas tipis dan memimpin koalisi penguasa yang tidak stabil sejak berkuasa pada Maret 2020.
Malaysia adalah monarki konstitusional dengan Raja memiliki peran seremonial, melaksanakan tugasnya atas saran dari perdana menteri dan kabinet. Namun, beberapa analis mengatakan Raja memiliki keleluasaan mengenai apakah keadaan darurat harus diumumkan. Persetujuan dari Raja, yang sangat dihormati di seluruh populasi multi-etnis Malaysia, juga diperlukan untuk menunjuk seorang perdana menteri.