REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) menuduh jenderal-jenderal militer Myanmar mengulur waktu. Tuduhan itu disampaikan setelah pemimpin kudeta Min Aung Hlaing memperpanjang tenggat waktu pemilihan umum.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken juga mendesak negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) meningkatkan upaya mereka untuk mengakhiri gejolak politik di Myanmar. Blinken menghadiri pertemuan menteri luar negeri negara ASEAN secara virtual pada pekan ini.
Dalam pertemuan khusus bulan April lalu ASEAN menyepakati lima poin rencana untuk mengatasi memburuknya situasi di Myanmar. Hal itu termasuk mengakhiri kekerasan dan menunjuk perwakilan khusus yang memimpin inisiatif diplomatik.
Namun kekerasan terhadap pengunjuk rasa dan aktivis demokrasi terus berlanjut. Selain itu dalam pidato untuk memperingatkan enam bulan kudeta Min Aung Hlaing mengatakan militer akan terus berkuasa hingga Agustus 2023, pemilihan umum digelar satu tahun lebih lama dari yang dijanjikan.
"(Pengumuman itu) menjadi dorongan bagi ASEAN untuk meningkatkan upaya karena jelas junta Burma hanya mengulur waktu dan ingin memperpanjang jadwal untuk kepentingannya sendiri," kata seorang pejabat senior AS, seperti dikutip Aljazirah.
"Semakin banyak alasan mengapa ASEAN harus terlibat dengan ini dan menegakan lima poin konsensus yang juga Myanmar tanda tangani," tambahnya.
Walaupun Min Aung Hlaing turut menghadiri pertemuan bulan April lalu, tapi kemudian ia menjaga jarak dengan pernyataan tersebut dan lebih dari 900 orang dibunuh dalam penindakan keras aparat ke pengunjuk rasa anti-kudeta.