REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi dan Penasihat Keamanan Nasional (NSA) Amerika Serikat (AS) Jake Sullivan melakukan pertemuan membahas berbagai isu termasuk concern soal Myanmar, Senin (2/8) waktu Amerika. AS mendukung peran ASEAN menyelesaikan krisis di negara anggota ASEAN itu.
"NSA Sullivan menyampaikan dukungan AS terhadap ASEAN termasuk dalam upaya merestorasi demokrasi dan bantuan kemanusiaan bagi rakyat Myanmar dalam menghadapi pandemi Covid-19," ujar Retno dalam keterangan pers yang diterima Republika, Selasa (3/8).
Retno dan Sullivan sama-sama menyadari pentingnya untuk semua pihak berkontribusi bagi upaya menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan Indo Pasifik. Seperti diketahui, ASEAN membuat lima poin konsensus Myanmar guna meredakan ketegangan di negara yang mengalami kudeta Februari lalu.
Dalam Pertemuan Tingkat Menlu ASEAN (AMM) Senin (2/8), Retno mendesak Myanmar untuk menyetujui utusan khusus yang ditunjuk ASEAN. Sebab ia mengakui belum ada perkembangan signifikan dalam meniti upaya dialog antara pihak-pihak bertikai di Myanmar.
"Indonesia berharap Myanmar akan segera menyetujui proposal ASEAN untuk penunjukan utusan khusus," kata Retno kepada wartawan usai AMM, Senin.
Menurut Retno, utusan ASEAN itu harus bisa bergerak bebas di Myanmar dan juga harus bisa memiliki akses penuh untuk berhubungan dengan berbagai pihak. Pernyataan ini mengacu juga pada para oposisi, termasuk mereka yang berada dalam tahanan atau penjara.
Menurut Retno, ASEAN harus segera memberikan bantuan kemanusiaan kepada Myanmar. Ini termasuk menelusuri mekanisme untuk berbagi vaksin Covid-19.
Konsensus lima poin yang disepakati oleh negara ASEAN pada April lalu di antaranya menyerukan diakhirinya kekerasan, pembicaraan politik, dan penunjukan utusan khusus regional serta mengizinkan bantuan kemanusiaan.
Militer menggulingkan pemerintah Aung San Suu Kyi yang terpilih secara demokratis pada 1 Februari dengan tudingan kecurangan pada partai Suu Kyi. Namun belum menghasilkan bukti yang kredibel untuk mendukung klaimnya.
Pasukan militer secara brutal menekan protes damai yang dilakukan untuk menentang kudeta. Militer menembakkan peluru tajam ke kerumunan dan melakukan gelombang penangkapan. Hingga Senin (2/8) sekurangnya lebih dari 900 orang telah tewas dalam tindakan keras tersebut, menurut Asosiasi Bantuan Tahanan Politik.