Pada Mei 2021, tagar #FixTheCountry dan beberapa variasi dibuat di media sosial oleh para aktivis muda Ghana yang menyerukan reformasi sosial dan ekonomi. Kampanye itu dengan cepat menjadi viral. Ribuan orang kemudian bergabung dengan gerakan protes, yang juga membidik pemerintah karena dianggap tidak bekerja dengan baik.
Para aktivis di belakang aksi tagar #FixTheCountry mengatakan, mereka tadinya ingin melakukan unjuk rasa awal Mei lalu. Namun, karena ada pandemi corona, polisi melarang aksi mereka dan mendapat perintah untuk bertindak tegas.
Tanggal 6 Juli, spanduk dengan tagar itu terlihat pada demonstrasi antipemerintah di Accra yang digalang oposisi Kongres Nasional Demokrat (NDC). Aksi protes itu juga menuntut keadilan bagi dua orang yang ditembak mati polisi di wilayah Ashanti selatan pada 29 Juni, ketika sedang memprotes pemukulan brutal pada 25 Juni terhadap aktivis sosial Ibrahim "Kaaka" Mohammed yang kemudian meninggal beberapa hari sesudah itu.
Kekalutan politik di Ghana
Demonstrasi pertama yang diselenggarakan oleh kelompok #FixTheCountry digelar hari Rabu (4/8).
Ernesto Yeboah dari kelompok aktivis Liga Pejuang Ekonomi mengatakan kepada DW, gerakan protes saat ini tumbuh dari perasaan umum di kalangan muda yang merasa tidak didengar suaranya oleh mereka yang bertanggung jawab menjalankan negara.
"Kami lapar," kata Yeboah. "Banyak hal buruk. Banyak hal sulit. Hidup sulit. Dan itu tidak menjadi berita utama."
Ghana sering dipuji sebagai negara demokrasi yang stabil di Afrika yang sering bergejolak. Pemilihan presiden pada Desember 2020 berlangsung bebas dan adil, kata pengamat internasional. Namun, pemungutan suara itu memicu polarisasi dan ketegangan politik. Presiden Nana Akufo-Addo berhasil memenangkan masa jabatan kedua, tetapi hanya memiliki dukungan mayoritas kecil di parlemen.
Mengapa kaum muda marah?
Dibebani dengan meningkatnya utang publik dan perekonomian yang terpuruk dihantam pandemi, pemerintah Ghana memperkenalkan pajak baru, yang mengakibatkan kenaikan harga bahan bakar. Hal itu mendorong kenaikan harga barang pokok dan dan jasa-jasa penting.
Dalam dua dekade terakhir, perekonomian Ghana menunjukkan pertumbuhan yang mengesankan, tetapi pembukaan lapangan kerja tertinggal, menurut sebuah studi yang dirilis tangki pemikir Brookings Institute.
Lebih dari setengah populasi Ghana yang seluruhnya berjumlah 31 juta orang berusia di bawah 25 tahun. Banyak dari warga muda tidak mampu melanjutkan pendidikan ke universitas. Sepertiga dari kaum muda tidak memiliki pekerjaan maupun pelatihan profesional, menurut Bank Dunia. Sementara parlemen saat ini sering mengalami kebuntuan karena polarisasi politik. Semua itu meningkatkan rasa frustasi di kalangan muda, ditambah lagi dengan kesulitan yang ditimbulkan oleh pandemi.
(hp/ha)