REPUBLIKA.CO.ID, TBILISI -- Georgia meminta Rusia menarik pasukan mereka dari wilayahnya. Negara Eropa Timur itu meminta Moskow mematuhi perjanjian pasca-konflik 2008.
"Rusia gagal mematuhi kesepakatan perjanjian pasca-konflik," kata Perdana Menteri Georgia Irakli Garibashvili seperti dikutip Anadolu Agency, Ahad (8/8).
Ia mendesak Rusia menarik pasukannya dari wilayah Georgia. Pernyataan Garibashvili ini disampaikan dalam acara mengenang korban konflik Rusia-Georgia 13 tahun yang lalu tahun yang terjadi pada 2008 di Ossetia Selatan.
Garibashvili mengatakan dalam konflik di Ossetia Selatan integritas wilayah negaranya diserang Rusia. Ia mengatakan 20 persen wilayah Georgia diduduki Rusia.
Garibashvili melanjutkan Georgia memilih jalan damai untuk menyelesaikan konflik dan berusaha mengakhiri pendudukan. Sementara di saat yang sama Georgia melindungi diri dari kebijakan agresif Rusia.
Dalam upacara peringatan konflik tersebut, Presiden Salome Zourabichvili mengatakan perjuangan Georgia meraih kemerdekaan masih berlangsung. Ia mengakui integritas wilayah dan kedaulatan sulit dicapai tapi ia yakin dapat diraih. "Kami, kita semua, akan menyaksikan bersatunya Georgia," katanya.
Antara tahun 1992 hingga 1993 pecah konflik yang berlangsung 13 bulan antara pasukan Georgia dengan separatis Abkhazia yang didukung Rusia. Pada tahun 2008 pecah konflik lima hari yang disebut konflik Ossetia Selatan.
Tbilisi kehilangan kekuasaan di dua wilayah tersebut dan Rusia mengakui Georgia sebagai negara merdeka. Swiss pun bertindak sebagai negara penengah.
Sebagai respons atas pendudukan tersebut, Georgia memutus hubungan diplomatiknya dengan Rusia. Masyarakat internasional masih mengakui Ossetia Selatan dan Abkhazia milik Georgia.