REPUBLIKA.CO.ID, SHANGHAI -- Pejabat cuaca China mengatakan kenaikan suhu telah meningkatkan kemungkinan hujan lebat di seluruh dunia. Dampaknya, bencana banjir di China kemungkinan akan semakin buruk di tahun mendatang.
"Peristiwa ekstrem seperti suhu tinggi dan curah hujan deras telah meningkat dan tingkat risiko iklim di China meningkat," kata Wakil Direktur Pusat Iklim Nasional, Chao Qingchen.
Chao menjelaskan suhu dan curah hujan yang lebih tinggi membuat sumber daya air China lebih rentan. Dia memperingatkan bahwa cuaca ekstrem juga merupakan ancaman yang lebih besar bagi pembangunan ekonomi.
Bulan lalu, provinsi Henan di China tengah mengalami badai hujan terburuk dalam sejarah. Sebanyak 19 stasiun pemantau cuaca negara bagian mencatat curah hujan harian tertinggi yang pernah ada.
Banjir tersebut menewaskan lebih dari 300 orang, sebagian besar di ibu kota provinsi Zhengzhou.
Lebih dari 80.000 orang telah dievakuasi karena hujan lebat dan banjir di provinsi Sichuan, China barat daya. Media pemerintah melaporkan pada Senin (9/8) ketinggian air di sungai-sungai besar di provinsi itu berada di atas tingkat peringatan akibat hujan deras sejak Jumat (6/8) hingga Ahad (8/8).
Menurut kantor berita resmi China, salah satu waduk di kota Dazhou melebihi batas banjir sebesar 2,2 meter. Lebih dari 440 ribu orang terkena dampak banjir di enam kota di seluruh provinsi.
China Central Television (CCTV) pada Sabtu (7/8) melaporkan hujan lebat telah menyebabkan kerugian ekonomi senilai 250 juta yuan atau 38,57 juta dolar AS di Sichuan. Sebanyak 45 rumah hancur dan 118 lainnya rusak parah.
China kerap dilanda hujan lebat selama musim panas. Namun para ahli telah memperingatkan ketahanan di setiap kota yang terdampak banjir harus ditingkatkan karena kerap terjadi cuaca ekstrem.