REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Kelompok masyarakat sipil mencatat total 962 orang yang tewas sejak militer melakukan kudeta di Myanmar pada 1 Februari.
Data Asosiasi Pendamping untuk Tahanan Politik (AAPP) pada Selasa dini hari (10/8) menunjukkan terdapat tambahan dua korban tewas asal Mandalay. AAPP mengungkapkan Dokter Maung Maung Nyein Tun, seorang Dosen Bedah Universitas Kedokteran Mandalay yang terlibat dalam Gerakan Pembangkangan Sipil (CDM), tewas di Rumah Sakit Umum Mandalay pada 8 Agustus karena Covid-19.
Maung Maung Nyein Tun yang ditangkap pada 13 Juni dilaporkan terpapar Covid-19 ketika ditahan di Pusat Interogasi Mandalay Nandwin. Menurut AAPP, junta awalnya tidak memindahkan Maung Maung Nyein Tun ke rumah sakit dan menahan korban di kantor polisi selama dua minggu.
“Dia dipindahkan ke Rumah Sakit Umum Mandalay ketika kondisinya memburuk karena dia tidak menerima perawatan medis yang memadai di dalam sel,” ungkap AAPP dalam keterangannya.
Selain itu, seorang warga bernama Maung Htay tewas di Penjara Myingyan, Mandalay, pada 9 Agustus. Otoritas penjara mengatakan Maung Htay yang ditangkap pada 10 Juli meninggal karena aterosklerosis dan hipertensi. Namun, menurut teman dari anggota keluarga korban, tubuh Maung Htay ditutup dan hanya diperbolehkan melihat wajahnya.
AAPP melaporkan 5.526 orang masih ditahan hingga 9 Agustus, di mana 255 orang dijatuhi hukuman. Myanmar diguncang kudeta militer pada 1 Februari dengan menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi. Militer berdalih pemilu yang mengantarkan Suu Kyi terpilih dengan suara terbanyak penuh kecurangan.