REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Ada kebiasaan unik Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan. Erdogan kerap mencium kaki sang ibunda karena dia percaya ada bau surga di sana.
Cerita ini muncul pada akhir November 2014 saat Erdogan menghadapi kritik kaum feminis Turki. Erdogan saat itu telah dituduh melakukan diskriminasi terhadap gender tertentu setelah terang-terangan menyatakan bahwa perempuan tidak sama dengan laki-laki.
Dia mengklaim pendapatnya itu ditolak kaum feminis di Turki.
Erdogan mengatakan perbedaan biologis berarti perempuan dan laki-laki tidak bisa melayani fungsi yang sama. Dia menambahkan pekerjaan manual tidak cocok untuk sifat halus perempuan.
Sontak saja, komentarnya itu memicu badai kontroversi di Twitter. Bahkan, salah satu perempuan pembaca berita televisi yang terkenal di Turki langsung mengambil langkah yang tidak biasa dengan mengutuk pernyataan Erdogan.
"Agama kami (Islam) telah menetapkan posisi bagi perempuan: keibuan," kata Erdogan pada pertemuan puncak Keadilan bagi Perempuan di Istanbul dilansir the Guardian, Selasa (25/11/2014). Dia berbicara kepada hadirin, termasuk putrinya sendiri Sumeyye.
"Beberapa orang bisa memahami hal ini, sementara yang lain tidak bisa. Anda tidak dapat menjelaskan hal ini kepada feminis karena mereka tidak menerima konsep ibu," kata pemimpin Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) tersebut.
Erdogan mengingatkan kembali bahwa ketidaksamaan perempuan dan laki-laki lantaran Islam meninggikan kaum perempuan sebagai ibu. Karena itu, ia gemar mencium kaki ibundanya lantaran sesuai hadits bahwa surga di telapak kaki ibu.
"Saya akan mencium kaki ibu saya karena mereka berbau surga. Dia akan melirik malu-malu dan kadang-kadang."
Erdogan melanjutkan, "Ibu adalah sesuatu yang lain." Karena itu, perempuan dan laki-laki tidak bisa diperlakukan sama "karena bertentangan dengan hukum alam".
"Karakter mereka, kebiasaan dan fisik yang berbeda ... Anda tidak dapat menempatkan seorang ibu menyusui bayinya pada pijakan yang sama dengan laki-laki."
"Anda tidak dapat membuat perempuan bekerja di pekerjaan yang sama dengan pria, seperti dalam rezim komunis. Anda tidak bisa memberi mereka sekop dan memberitahu mereka untuk melakukan pekerjaan mereka. Hal ini bertentangan dengan sifat halus mereka."