REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Pihak berwenang Myanmar tidak memasukkan minoritas Muslim Rohingya dalam program vaksinasi Covid-19 di negara bagian Rakhine. Administrator lokal Kyaw Lwin yang ditunjuk oleh junta militer mengatakan kepada Reuters dari kota Sittwe bahwa, peluncuran 10 ribu vaksinasi telah dimulai untuk kelompok prioritas seperti orang tua, petugas kesehatan, staf pemerintah dan biksu Buddha.
"Saat ini tidak ada rencana untuk memvaksinasi Muslim yang tinggal di kamp-kamp di Sittwe. Kami hanya mengikuti perintah,” kata Kyaw Lwin yang menolak berkomentar apakah rencana tersebut merupakan diskriminasi terhadap Rohingya.
"Itu semua tergantung pada berapa banyak vaksin yang kami terima dan instruksi yang kami dapatkan. Sejauh ini kami belum menerima instruksi mengenai itu," kata Kyaw Lwin.
Juru bicara Kementerian Kesehatan Myanmar dan otoritas militer tidak memberikan komentar terkait peluncuran program vaksinasi tersebut. Muslim Rohingya tinggal di gubuk-gubuk padat dan gang-gang sempit berlumpur. Mereka tinggal di balik kawat berduri, yang memisahkan mereka dari mayoritas Buddha di Sittwe.
Spesialis hak asasi manusia kelompok Fortify Rights, Zaw Win, mengatakan, dia tidak terkejut bahwa junta tidak memprioritaskan Rohingya dalam program vaksinasi. Menurutnya, Rohingya telah lama menghadapi pembatasan ekstrem atas hak-hak mereka dalam kehidupan sehari-hari, termasuk hak atas kesehatan.
"Rohingya yang kami ajak bicara di Rakhine Utara telah menyatakan ketakutan dan tidak percaya terhadap sistem medis di negara bagian, termasuk kemungkinan yang akan mereka alami jika pergi ke rumah sakit dengan gejala Covid-19," ujar Zaw Win.
Diperkirakan 140 ribu pengungsi Rohingya tinggal di negara bagian Rakhine. Sebagian besar dari mereka tinggal di kamp-kamp pengungsian. Kamp pengungsian di Sittwe menampung lebih dari 100 ribu orang.
Sementara setengah juta lebih warga Rohingya tetap tinggal di desa-desa di tempat lain di Rakhine. Penduduk Rohingya di Maungdaw dan Buthidaung, mengatakan, beberapa penduduk desa Rohingya telah divaksinasi, tetapi persediaan vaksin sudah habis.
Setidaknya 700 ribu warga Rohingya melarikan diri dari Rakhine ke Bangladesh pada 2017. Mereka mengungsi karena operasi militer yang dijalankan oleh tentara di bawah komando Jenderal Senior Min Aung Hlaing, yang sekarang menjadi perdana menteri dan kepala junta Myanmar.
Penyelidik PBB mengatakan operasi itu dilakukan dengan niat genosida. Tetapi tentara membantahnya. Mereka mengataka, operasi militer ditujukan untuk melawan teroris.
Sementara itu, pemerintah Bangladesh telah memulai vaksinasi bagi pengungsi Rohingya di kamp-kamp pengungsian. Terdapat lebih dari satu juta pengungsi Rohingya yang tinggal di kamp pengungsian Bangladesh.
Dari kamp Thet Kal Pyin, Nu Maung, mengatakan, pihak berwenang telah mengumpulkan nama-nama yang kemungkinan akan mendapatkan vaksinasi. Mereka akan divaksin jika dosis vaksin bagi kelompok usia di atas 60 tahun sudah tersedia.
Namun hingga saat ini, vaksinasi belum dilaksanakan. Nu Maung menderita gejala Covid-19, tetapi dia tidak dapat pergi ke rumah sakit untuk melakukan tes. "Banyak orang sakit. Beberapa orang meninggal, kebanyakan orang tua," kata Nu Maung.
Di dua kamp lain di dekat Sittwe, penduduk setempat yaitu Phwe Yar Gone dan Thet Kal Pyin mengatakan, pihak berwenang tidak mengirim siapa pun untuk melaksanakan vaksin. Bahkan belum terlihat tanda-tanda persiapan tempat untuk vaksinasi.