REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet pada Selasa (10/8) meminta semua negara mengambil tindakan pencegahan "konsekuensi bencana" bagi rakyat Afghanistan.
Pejabat PBB itu memperingatkan bahwa laporan pelanggaran HAM bisa dianggap menjadi kejahatan perang.
"Kegagalan untuk membendung meningkatnya kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia memiliki konsekuensi bencana bagi rakyat Afghanistan," kata Bachelet memperingatkan dalam sebuah pernyataan yang dibacakan pada konferensi pers di Jenewa.
“Sejak 9 Juli, di empat kota saja di Afghanistan – Lashkar Gah, Kandahar, Herat, dan Kunduz – setidaknya 183 warga sipil tewas dan 1.181 lainnya terluka, termasuk anak-anak,” kata dia.
“Ini hanya korban sipil yang berhasil kami dokumentasikan – angka sebenarnya akan jauh lebih tinggi,” ujar Bachelet.
Kepala Badan HAM itu mendesak mereka yang terlibat dalam konflik untuk berhenti bertikai untuk mencegah lebih banyak pertumpahan darah.
"Taliban harus menghentikan operasi militer mereka di berbagai kota. Semua pihak harus kembali ke meja perundingan dan mencapai penyelesaian damai, situasi saat ini mengerikan," kata Bachelet.
Bachelet mendesak semua negara untuk menggunakan pengaruh bilateral dan multilateral mereka untuk mengakhiri permusuhan.
"Negara-negara memiliki kewajiban untuk menggunakan pengaruh apa pun yang mereka miliki untuk meredakan situasi dan menghidupkan kembali proses perdamaian. Pertempuran harus diakhiri," kata dia.
"Orang-orang benar takut bahwa perebutan kekuasaan oleh Taliban akan menghapus pencapaian hak asasi manusia dalam dua dekade terakhir," ujar kepala HAM PBB.
"Kami telah menerima laporan bahwa wanita dan anak perempuan di berbagai distrik di bawah kendali Taliban dilarang meninggalkan rumah mereka tanpa seorang Mahram, seorang pendamping laki-laki."
Pembatasan semacam itu berdampak parah pada hak-hak perempuan, kata Bachelet, seraya menambahkan bahwa menghambat kebebasan perempuan untuk meninggalkan rumah tanpa pendamping laki-laki juga mengarah pada serangkaian pelanggaran lain terhadap hak-hak ekonomi dan sosialnya dan keluarganya.
"Perempuan, minoritas, pembela HAM, jurnalis serta lainnya yang sangat rentan membutuhkan perlindungan khusus. Ada risiko yang sangat nyata dari kekejaman baru terhadap etnis dan agama minoritas," kata dia.