REPUBLIKA.CO.ID, CONAKRY -- Otoritas kesehatan di Guinea mengonfirmasi satu kematian akibat virus Marburg, demam berdarah sangat menular yang mirip dengan Ebola. Konfirmasi itu menandai pertama kalinya penyakit mematikan itu teridentifikasi di Afrika Barat.
Tercatat 12 wabah Marburg besar-besaran sejak 1967, kebanyakan di Afrika selatan dan timur. Kasus baru Guinea mulanya teridentifikasi pekan lalu, hanya dua bulan setelah negara itu dinyatakan bebas dari Ebola menyusul gejolak singkat awal tahun ini yang menewaskan 12 orang.
Pasien meninggal itu mulanya mencari pengobatan di sebuah klinik lokal sebelum kondisinya langsung memburuk, tulis pernyataan WHO. Analis di laboratorium demam berdarah nasional Guinea dan Institute Pasteur di Senegal lantas mengonfirmasi diagnosa Marburg.
"Potensi virus Marburg untuk menyebar jauh dan luas, yang artinya kita harus menghentikan (penularannya)," kata Matshidiso Moeti, Direktur Regional WHO untuk Afrika, melalui pernyataan, dilansir dari reuters, Jumat (13/8).
"Kami sedang berkoordinasi dengan otoritas kesehatan untuk melakukan penanggulangan cepat berdasarkan pengalaman dan kecekatan Guinea dalam mengatasi Ebola, yang ditularkan dengan cara serupa," tambah Moeti.
Baik kasus Marburg maupun kasus Ebola tahun ini muncul di distrik Gueckedou di Guinea, dekat perbatasan dengan Liberia dan Sierra Leone. Kasus pertama epidemi Ebola 2014-2016, terbesar sepanjang sejarah, juga berasal dari kawasan yang sama di kawasan hutan Guinea Tenggara.
Tingkat kematian kasus Marburg bervariasi mulai 24-88 persen dalam wabah di masa lalu tergantung pada jenis virus dan penanganan kasus. Badan PBB itu juga mengatakan bahwa penularan terjadi melalui kontak cairan dan jaringan tubuh yang terinfeksi. Gejalanya meliputi sakit kepala, muntah darah, nyeri otot, dan pendarahan di berbagai lubang yang ada di tubuh.