REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL - Arab Saudi baru-baru ini mengumumkan peraturan baru tentang persentase tenaga kerja asing di perusahaan-perusahaan swasta di kerajaan tersebut.
Aturan baru menetapkan persentase pekerja India dan Bangladesh sebesar 40 persen, sedangkan batas maksimum untuk pekerja Yaman dengan 25 persen, dan satu persen untuk warga negara Ethiopia.
Aturan ini berlaku untuk Provinsi Aseer, Al-Baha, Najran dan Jazan di Arab Saudi Selatan. Di bawah peraturan baru, pemilik bisnis dapat “memindahkan” pekerja tambahan ke cabang lain di luar provinsi ini, atau memindahkan mereka ke perusahaan lain.
Peraturan ini mengejutkan bagi banyak orang Yaman, yang melarikan diri dari perang saudara di negara mereka untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di negara tetangga, Arab Saudi. Seorang akademisi di Universitas Jazan, yang tidak ingin disebutkan namanya, mengatakan keputusan Saudi datang pada masa kritis.
“Kami mendekati awal tahun ajaran baru, yang merupakan waktu yang sulit untuk mencari pekerjaan baru selama periode ini,” katanya kepada Anadolu Agency.
“Saya punya anak yang terdaftar di sekolah dan universitas. Jika kontrak saya dibatalkan, izin tinggal otomatis dibatalkan untuk seluruh keluarga. Oleh karena itu, saya akan kesulitan menemukan pekerjaan lain dan anak-anak saya akan dikeluarkan dari sekolah mereka,” tutur dia.
Keputusan Saudi untuk membatasi pekerja asing berlaku untuk sekitar 500 akademisi Yaman yang bekerja di lima universitas di wilayah selatan.
“Akhir pekan ini, kolega saya di Universitas Tabuk, di barat laut Saudi, mengonfirmasi bahwa universitas menolak untuk memperbarui kontrak kerja akademisi Yaman, yang berarti pembatasan pekerja asing menyebar ke seluruh Arab Saudi dan tidak terbatas di wilayah selatan saja,” ungkap akademisi itu.