Ahad 15 Aug 2021 05:20 WIB

Mengenal Saif Al Islam, Putra Qaddafi yang Diburu Libya  

Libya mengeluarkan perintah penangkapan Saif Al Islam putra Qaddafi

Rep: Shelbi Asrianti  / Red: Nashih Nashrullah
Libya mengeluarkan perintah penangkapan Saif Al Islam putra Qaddafi. Saif al Islam muncul di Tripoli. Ilustrasi
Foto: AP
Libya mengeluarkan perintah penangkapan Saif Al Islam putra Qaddafi. Saif al Islam muncul di Tripoli. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI – Saif Al Islam, putra dari mantan penguasa Libya Muammar Qaddafi, tengah dicari-cari pemerintah Libya. Pada 5 Agustus lalu, Kantor Kejaksaan Militer Libya telah mengeluarkan surat perintah penangkapannya. 

 

Baca Juga

Saif diburu militer Libya atas tuduhan pembunuhan dan perekrutan tentara bayaran, sebagai bagian dari penyelidikan kriminal. Siapa sesungguhnya Saif sehingga dia begitu ditakuti dan hendak ditangkap? 

 

Meskipun tidak memegang posisi resmi di pemerintahan Libya, dia telah lama dipandang sebagai tokoh paling berpengaruh di negara itu. Setidaknya, selama sang ayah berkuasa sejak 1969 sampai 2011. 

 

Laman BBC melaporkan, Saif bahkan pernah dianggap sebagai wajah reformis di Libya. Sebagai kepala badan amal keluarga Qaddafi (meskipun dia menyangkal itu), Saif punya akses ke sejumlah besar uang. 

 

Para pengamat memprediksi dana tersebut dia gunakan untuk memperlancar hubungan dengan Barat. Selama bertahun-tahun, dia dianggap sebagai 'sosok penerus' sang ayah, dengan latar belakang pendidikan yang tak main-main. 

 

Dia lulus dengan gelar sarjana sains dalam ilmu teknik Al Fateh University pada 1994, lalu mendapat gelar magister administrasi bisnis dari sekolah bisnis Imadec di Wina, Austria, pada 2000. 

 

Pada 2005, Saif dianugerahi penghargaan sebagai "Young Global Leader" oleh World Economic Forum. Gelar akademis doktor filsafat dia dapatkan pada 2008 dari London School of Economics. 

 

Saif pun pernah terlibat dalam negosiasi yang membuat sang ayah meninggalkan program senjata nuklirnya. Dia kemudian membantu menengahi pembebasan enam petugas medis Bulgaria yang dituduh menginfeksi anak-anak dengan HIV di sebuah rumah sakit Libya. 

 

Begitu juga negosiasi terkait kompensasi untuk korban teror Amerika Serikat yang keluarganya tewas dalam pemboman Lockerbie 1988, serangan klub malam Berlin 1986, dan jatuhnya penerbangan UTA 772 1989. 

 

Saif memiliki sebuah rumah di London dan memiliki hubungan dengan tokoh politik Inggris serta keluarga kerajaan. Dia bertemu Duke of York (Pangeran Andrew) dua kali, di Istana Buckingham dan di Tripoli. 

 

Saif selalu menyangkal pandangan bahwa dia pewaris kekuasaan sang ayah, dengan mengatakan bahwa tampuk kekuasaan "bukan ladang untuk diwarisi". Sebelum ini, pada 2011 Saif ditangkap pasukan pemberontak. 

 

Laporan menyebutkan pemberontak menangkap Saif pada 19 November 2011, sebulan setelah ayahnya meninggal. Namun, para pemberontak mengklaim telah menangkapnya pada Agustus 2011, saat mereka merangsek ke Tripoli.

 

Akan tetapi, pada Agustus Saif masih muncul di luar sebuah hotel Tripoli untuk menyapa kerumunan pendukung yang bersorak, sebelum menghilang lagi. Milisi yang menahannya di Zintan ingin dia diadili di kota itu.

 

Pada akhirnya, dia diadili secara in absentia pada 2015 oleh pengadilan di Tripoli. Dia dijatuhi hukuman mati atas kejahatan selama Perang Saudara Libya, namun Saif mengaku tidak gentar dengan vonis tersebut.

 

"Saya tidak takut mati, tetapi jika Anda mengeksekusi saya setelah persidangan seperti itu, Anda harus menyebutnya pembunuhan dan selesai," kata Saif seperti dikutip para pengacara kala itu.

 

Usai vonis, dia tetap dalam tahanan otoritas independen de facto Zintan, lantas dibebaskan pada 10 Juni 2017, berdasarkan pernyataan dari Batalyon Abu Bakr al-Siddiq. Pada bulan yang sama, Saif mendapatkan amnesti penuh.

 

Penghapusan hukuman diumumkan pemerintah yang berbasis di Tobruk, pimpinan Khalifa Haftar. Pada Desember 2019, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan kembali terhadap Saif untuk dakwaan kejahatan kemanusiaan.

 

 

 

Sumber: bbc

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement