REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bendungan besar yang dibiayai China di Kamboja telah menghancurkan sumber mata pencaharian puluhan ribu penduduk desa. Sementara produksi energi yang dijanjikan menurun, demikian disampaikan Human Right Watch.
Organisasi hak asasi manusia Human Rights Watch (HRW), menyebutkan bendungan Lower Sesan 2 di timur laut Kamboja selama ini telah memicu kontroversi, bahkan sebelum diluncurkan pada bulan Desember 2018 lalu.
Para pakar sebelumnya telah memperingatkan bahwa membendung pertemuan Sungai Sesan dan Srepok (dua anak sungai utama dari Sungai Mekong yang kaya sumber daya) bisa mengancam stok ikan di wilayah itu. Sungai itu sangat penting bagi makhluk hidup yang tinggal di sepanjang sungai.
Kerugian besar di hulu dan hilir
Puluhan ribu penduduk desa yang hidup di hulu dan hilir telah menderita kerugian besar atas pendapatan mereka, kata HRW mengutip wawancara yang dilakukan selama dua tahun dengan beberapa orang dari 60 komunitas.
"Bendungan Lower Sesan 2 menghilangkan mata pencaharian masyarakat adat dan etnis minoritas yang kebanyakan hidup dari memancing, mengumpulkan hasil hutan, dan pertanian," ujar John Sifton, direktur advokasi HRW untuk kawasan Asia yang juga menulis laporan HRW ini.
"Pihak berwenang Kamboja perlu segera mempertimbangkan kembali metode kompensasi, pemukiman kembali, dan pemulihan mata pencaharian," ujar dia.
Masyarakat adat dan etnis minoritas yang terkena dampak proyek bendungan ini termasuk di antaranya anggota komunitas Bunong, Brao, Kuoy, Lao, Jarai, Kreung, Kavet, Tampuan, dan Kachok.
"Tidak ada keraguan sama sekali bahwa (bendungan) berkontribusi secara signifikan terhadap masalah yang lebih besar, yang dihadapi Mekong saat ini," kata ahli energi dan air, Brian, Eyler.