REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Taliban pada Selasa memberikan indikasi untuk tidak mewajibkan burqa dipakai oleh perempuan. Aturan ini berbeda seperti yang Taliban lakukan saat terakhir menguasai Afghanistan.
Di bawah aturan garis keras militan 1996-2001, sekolah-sekolah perempuan ditutup, perempuan dilarang bepergian dan bekerja, dan perempuan dipaksa mengenakan burqa di depan umum. “Burqa bukan satu-satunya, ada berbagai jenis pakaian Muslim dan jilbab lain. Jadi, tidak terbatas pada burqa,” kata Juru Bicara Taliban, Suhail Shaheen di Doha.
Burqa adalah pakaian Muslim yang menutupi seluruh kepala dan tubuh. Meski begitu, perempuan yang mengenakannya masih bisa melihat.
Seperti dikutip Al Arabiya, Rabu (18/8), Shaheen tidak merinci jenis jilbab lain yang dianggap dapat diterima oleh Taliban. Di samping kekhawatiran yang berpusat pada pakaian, banyak negara dan kelompok hak asasi manusia telah memperingatkan nasib pendidikan perempuan di Afghanistan yang sekarang berada di tangan Taliban.
Shaheen berusaha memberikan kepastian tentang hal tersebut. Dia mengatakan perempuan bisa mendapat pendidikan seperti sebelumnya. “Perempuan dapat mengenyam pendidikan mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, seperti universitas. Kami telah mengumumkan kebijakan ini di konferensi internasional, konferensi Moskow, dan di sini di konferensi Doha,” ujar dia.
Baca juga : Kampung Akuarium di Antara Janji Jokowi, Ahok, dan Anies
Bahkan, dia menyebut ribuan sekolah di daerah yang telah direbut Taliban masih beroperasi. Sebelumnya Pemerintah Taliban memberlakukan interpretasi syariah yang paling ketat untuk menekan “kejahatan”. Pengadilan Taliban memberikan hukuman ekstrem termasuk memenggal tangan pencuri dan rajam sampai mati wanita yang dituduh berzina.