REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Anggota senior Taliban Waheedullah Hashimi menyatakan kelompok itu tidak akan menggunakan sistem demokrasi sama sekali dalam pemerintahan Afghanistan. Mereka tetap memilih menggunakan penerapan hukum syariah sesuai pemaknaan kelompok tersebut.
"Tidak akan ada sistem demokrasi sama sekali karena tidak memiliki basis di negara kita. Kami tidak akan membahas sistem politik seperti apa yang harus kami terapkan di Afghanistan karena sudah jelas. Ini adalah hukum Syariah dan hanya itu" ujar Hashimi seperti dilansir SputnikNews, Rabu (18/8).
Afghanistan di bawah Taliban tidak akan memiliki sistem pemerintahan demokratis seperti yang dipahami di banyak negara. Taliban memilih untuk mengatur dengan menunjuk dewan yang berkuasa.
Dewan tersebut akan dipimpin oleh panglima tertinggi kelompok itu, Haibatullah Akhundzada. Menurut Hashimi, salah satu dari tiga wakli Akhundzada mungkin secara resmi mengambil peran presiden.
Ketiga wakil pemimpin Taliban itu termasuk putra Mullah Omar yang merupakan mantan pemimpin tertinggi kelompok itu, Mawlavi Yaqoob, kemudian kepala kantor politik Taliban di Doha Abdul Ghani Baradar, dan salah satu anggota paling senior Taliban dan kepala jaringan milisi Haqqani, Sirajuddin Haqqani.
Baca juga : Anggota Taliban yang Kagum Lihat Perubahan Afghanistan
Pemerintah Afghanistan yang didukung Barat telah runtuh pada akhir pekan lalu. Peristiwa ini hanya lebih dari empat bulan setelah pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengkonfirmasi bahwa akan menarik pasukan AS keluar dari konflik selama 20 tahun itu.
Presiden Biden pun mengakui keruntuhan pemerintah Kabul terjadi lebih cepat dari yang diperkirakan. Dalam minggu-minggu menjelang keruntuhan, Biden dan pejabat AS lainnya meyakinkan bahwa pasukan Afghanistan akan mampu melawan Taliban sendiri, mengingat keunggulan mereka dalam jumlah, pelatihan, dan peralatan.