REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Amerika Serikat mengabaikan janji mantan presiden Ashraf Ghani untuk kembali ke negara yang dia tinggalkan dengan mengatakan Ghani "bukan lagi seorang tokoh di Afghanistan".
Wakil Menteri Luar Negeri AS Wendy Sherman mengungkapkan bahwa Ghani tiba di Uni Emirat Arab.
Pada Rabu pagi, Ghani bertekad kembali ke Afghanistan untuk "melanjutkan perjuangannya demi hak-hak dan nilai-nilai rakyat Afghanistan" setelah melarikan diri pada Minggu.
“Saya bangga dengan pasukan keamanan kami. Mereka belum dikalahkan, kami hanya kalah di front politik. Itu adalah kegagalan kepemimpinan pemerintah, kepemimpinan Taliban, dan masyarakat internasional. Itu adalah kegagalan proses perdamaian," ujar Ghani.
"Saya ingin mengalihkan kekuasaan ke Taliban secara damai. Namun saya diusir dari Afghanistan di luar keinginan saya," kata dia lagi.
Perang antara pasukan Taliban dan Afghanistan meningkat ketika pasukan asing mengumumkan penarikan mereka dari negara itu pada 11 September.
Taliban membuat kemajuan militer yang cepat dalam beberapa pekan terakhir dan menguasai ibu kota pada Minggu sementara pasukan pemerintah melarikan diri atau menyerah.
AS sedang berupaya mengevakuasi warganya dan warga Afghanistan sekaligus mengendalikan Bandara Internasional Hamid Karzai Kabul.
Meskipun begitu, Sherman mengaku khawatir akan pelanggaran janji vis-a-vis oleh Taliban.
"Kami telah melihat laporan bahwa Taliban, bertentangan dengan pernyataan publik mereka dan komitmen mereka kepada pemerintah kami, menghalangi warga Afghanistan yang ingin meninggalkan negara itu untuk mencapai bandara," ungkap dia.
"Tim kami di Doha dan mitra militer kami di Kabul terlibat langsung dengan Taliban untuk memperjelas keinginan kami agar semua warga Amerika, warga negara ketiga, dan semua warga Afghanistan yang ingin pergi diizinkan untuk melakukannya dengan aman dan tanpa gangguan,” tambah pejabat itu.