REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Direktur Pusat Studi Timur Tengah (ORSAM) di Ankara, Ahmet Uysal mengatakan, AS dan NATO adalah pecundang utama di Afghanistan.
Dia berpendapat, AS dan sekutunya telah melakukan invasi di Afghanistan, dan berharap dapat membangun hegemoni Barat bersamaan dengan invasi di Irak.
Namun upaya mereka gagal total. Uysal mengatakan, India dan sekutu AS lainnya seperti Israel dan beberapa negara Teluk juga berada di pihak yang kalah. "Mereka semua telah menyaksikan bahwa aliansi AS tidak dapat diandalkan dan dapat meninggalkan sekutunya kapan saja," kata Uysal, dilansir Anadolu Agency, Senin (23/8).
Direktur Studi Asia Selatan di Institut Studi dan Penelitian Internasional Teheran, Somaye Morovati, mengatakan, negara-negara tetangga harus berusaha untuk memfasilitasi transisi pemerintahan yang mulus di Afghanistan demi stabilitas regional.
Para ahli dari Pakistan, Turki, dan Iran mengatakan, pemerintahan inklusif akan membawa perdamaian dan stabilitas yang abadi di Afghanistan serta kawasan.
Seorang anggota parlemen Pakistan, Mushahid Hussain Sayed, mengatakan, Amerika Serikat (AS) tidak dapat membangun pertahanan yang kuat di Afghanistan meskipun telah menghabiskan anggaran dalam jumlah besar.
Menurtut Sayed, anggaran AS senilai 6,4 triliun dolar AS untuk perang melawan teror telah terbuang percuma. Selain itu, AS juga mengeluarkan dana senilai 2,2 triliun dolar AS di Afghanistan, dan hampir 100 miliar dolar AS untuk 300 ribu tentara dan angkatan udara Afghanistan.
"Berdasarkan hitungan secara kasar, AS menghabiskan 100 miliar dolar AS setiap bulan untuk perang di Afghanistan selama 20 tahun terakhir," ujar Sayed,
Sayed mendesak negara-negara kawasan untuk membentuk kebijakan yang terkoordinasi dengan China, Rusia, Iran, dan Turki. Dia juga meminta negara tetangga Afghanistan di Asia Tengah membuat rencana yang komprehensif untuk perdamaian dan stabilitas kawasan.
Taliban mulai meningkatkan serangan dan menguasai sejumlah distrik strategis dengan cepat, setelah pasukan AS dan NATO meninggalkan Afghanistan pada Mei lalu. Pada 15 Agustus, Taliban menguasai Kabul dan mengambilalih Afghanistan untuk pertama kalinya dalam 20 tahun.
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani dan pejabat penting lainnya melarikan diri ke tempat yang aman di luar negeri. Sejauh ini, Taliban telah mengumumkan amnesti umum untuk pegawai negeri, dan mendorong perempuan untuk berpartisipasi dalam pemerintahan. Taliban berjanji bahwa tanah Afghanistan tidak akan menjadi batu loncatan yang merugikan negara mana pun.