Jumat 27 Aug 2021 19:59 WIB

Sayed Saadat, dari Menteri Afghanistan Jadi Kurir di Jerman

Beberapa orang di Afghanistan telah mengkritiknya karena bekerja sebagai kurir.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Sayed Sadat ramai diperbincangkan netizen.
Foto: Twitter
Sayed Sadat ramai diperbincangkan netizen.

REPUBLIKA.CO.ID, Sayed Saadat (49 tahun) menikmati hari-harinya sebagai kurir bersepeda di Leipzig, Jerman. Tak banyak yang tahu bahwa dia pernah menjabat sebagai menteri komunikasi Afghanistan. Saat ini Afghanistan sedang menghadapi krisis menyusul keberhasilan Taliban menguasai kembali negara tersebut.

Saadat pindah ke Jerman pada September tahun lalu. Hijrah, dengan harapan memperoleh masa depan lebih baik, menjadi motivasi utama di balik keputusannya meninggalkan Afghanistan.

Tidak ada kode iklan yang tersedia.
Baca Juga

Sebelum pindah ke Jerman, Saadat pernah menjabat sebagai menteri komunikasi Afghanistan selama dua tahun. Jabatan itu ditanggalkannya pada 2018. Meski sekarang menjalani kehidupan yang sangat jauh berbeda, dia tetap bersyukur.

Saadat mengungkapkan, beberapa orang di Afghanistan telah mengkritiknya karena dia memilih pekerjaan sebagai kurir bersepeda di Jerman. Namun baginya sekarang, pekerjaan adalah pekerjaan.

“Saya tidak perlu merasa bersalah. Saya berharap politisi lain juga mengikuti jalan yang sama, bekerja dengan publik daripada hanya bersembunyi,” kata dia saat diwawancara Reuters.

Meski merupakan mantan menteri, Saadat mengaku tak mudah mencari pekerjaan di Jerman yang sesuai dengan pengalamannya. Dengan gelar bidang di teknologi informasi dan telekomunikasi, dia berharap dapat memperoleh pekerjaan di bidang terkait.

Namun, Saadat menyadari, tanpa menguasai behasa Jerman, peluangnya memperoleh pekerjaan yang didambakannya sangat tipis. “Bahasa adalah bagian terpenting,” kata pria yang juga memegang kewarganegaraan Inggris tersebut.

Di sela-sela pekerjaannya sebagai kurir, Saadat meluangkan waktu selama empat jam sehari untuk mempelajari Bahasa Jerman di sekolah bahasa. Selain bahasa, Saadat pun mengaku sempat kesulitan mengendarai sepeda dengan budaya lalu lintas di Leipzig. “Beberapa hari pertama menyenangkan tapi sulit,” ucapnya.

Namun Saadat mengerti, dia hanya perlu beradaptasi. “Semakin sering Anda pergi keluar dan semakin banyak Anda melihat orang, semakin banyak pula Anda bejalar,” katanya.

Kisah Saadat tiba-tiba mencuat dan ramai diperbincangkan saat Afghanistan tengah mengadapi krisis. Ribuan warga di sana diketahui berusaha melarikan diri sesaat setelah Taliban menguasai Afghanistan pada 15 Agustus lalu. Di tengah ketidakjelasan nasib, bandara Kabul yang disesaki warga Afghanistan, menjadi sasaran pengeboman pada Kamis (26/8).

Sejauh ini, sedikitnya 95 orang telah dilaporkan tewas dalam insiden tersebut. Sementara ratusan lainnya mengalami luka-luka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement