REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA - Presiden Majelis Umum PBB Volkan Bozkir mengatakan pada Kamis bahwa serangan bom terbaru di ibu kota Afghanistan, Kabul, paling mengkhawatirkan dan meresahkan.
"Perkembangan yang aneh ini hanya akan memperumit dan melemahkan upaya evakuasi. Ini tidak dapat diterima," kata Bozkir, yang juga mantan diplomat Turki, dalam sebuah pernyataan.
Sejumlah ledakan mengguncang Kabul pada Kamis pagi, termasuk dua di luar bandara kota itu, menewaskan lebih dari 60 orang, termasuk 13 tentara Amerika dan melukai lebih dari 140 orang.
Bozkir mengingatkan bahwa Majelis Umum PBB selama 40 tahun telah membahas situasi di Afghanistan, dengan fokus pada perdamaian, stabilitas, pemerintahan yang baik, hak asasi manusia dan pembangunan.
Dia menambahkan bahwa harapan di banyak bidang dalam perjalanan Afghanistan menuju perdamaian dan rekonsiliasi politik telah dibayangi dengan perkembangan yang terjadi selama dua minggu terakhir.
Taliban meraih kekuasaan atas Afghanistan pada 15 Agustus. Dengan runtuhnya pemerintah di Kabul, perhatian telah beralih untuk memastikan keselamatan warga sipil dan pengungsi serta transfer kekuasaan dengan tertib.
“Kekerasan, ancaman terorisme, situasi keamanan yang tidak stabil, dan meningkatnya korban sipil memiliki potensi kuat untuk menggagalkan perdamaian dan rekonsiliasi yang dipimpin Afghanistan, yang dimiliki Afghanistan, yang merupakan satu-satunya jalan menuju perdamaian dan stabilitas yang langgeng," ungkap Bozkitr.
"Kepemimpinan Afghanistan, dari setiap kelompok etnis dan politik, tidak dapat menyia-nyiakan kesempatan ini untuk bersama-sama menempa jalan kolektif menuju perdamaian, keamanan, dan kemakmuran bagi rakyatnya dan bagi kawasan ini," tambah dia.
Bozkir menekankan bahwa perlindungan warga sipil dan hak-hak dan kebebasan rakyat Afghanistan - khususnya perempuan dan anak-anak - harus menjadi prioritas. "Ini adalah sine qua non perdamaian berkelanjutan dan pembangunan inklusif," ujar dia.
Bozkir juga menekankan bahwa PBB harus memimpin dalam membantu rakyat Afghanistan pada saat kritis ini.
"Lebih dari sebelumnya, rakyat Afghanistan membutuhkan dukungan masyarakat internasional untuk mempertahankan pencapaian yang diperoleh dengan susah payah dan mengatasi banyak tantangan yang dihadapi seperti keamanan, pembangunan berkelanjutan, dan ekonomi," pungkas dia.
Sementara AS mengatakan akan terus melakukan evakuasi hingga 31 Agustus, banyak negara mengakhiri upaya untuk mengevakuasi orang-orang di bandara Kabul menyusul ancaman teror.
Presiden AS Joe Biden mengonfirmasi pada Kamis bahwa serangan di luar bandara Kabul dilakukan oleh kelompok teroris ISIS-K, afiliasi Afghanistan dari Daesh/ISIS, dan berjanji untuk menanggapinya dengan kekuatan dan ketepatan.
Taliban menyatakan perang di Afghanistan telah berakhir dan upaya untuk membentuk pemerintah inklusif sedang berlangsung.