Sabtu 28 Aug 2021 17:16 WIB

AS Enggan Terburu-Buru Akui Pemerintahan Taliban

AS mengakui fakta di lapangan hampir seluruh wilayah Afghanistan dikuasai Taliban.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Milisi Taliban berpatroli di Kabul, Afghanistan, Kamis, 19 Agustus 2021. Taliban merayakan Hari Kemerdekaan Afghanistan pada hari Kamis dengan menyatakan mereka mengalahkan Amerika Serikat.
Foto: AP/Rahmat Gul
Milisi Taliban berpatroli di Kabul, Afghanistan, Kamis, 19 Agustus 2021. Taliban merayakan Hari Kemerdekaan Afghanistan pada hari Kamis dengan menyatakan mereka mengalahkan Amerika Serikat.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Amerika Serikat (AS) membantah kabar bahwa ia akan segera mengakui pemerintahan Taliban di Afghanistan. Sikap serupa turut diambil sekutu Washington

“Saya ingin benar-benar jelas, tidak perlu terburu-buru untuk mengakui apa pun oleh AS atau mitra internasional mana pun yang telah kami ajak bicara,” kata Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki pada Jumat (27/8), dikutip Al Arabiya.

Baca Juga

Saat ditanya perihal adakah koordinasi yang tengah dijalin AS dengan Taliban, Psaki menyebut Washington tak mempercayai kelompok tersebut. “Ini bukan tentang kepercayaan, tapi ada kenyataan di lapangan. Kenyataannya adalah Taliban menguasai sebagian besar Afghanistan, termasuk di sekitar area bandara (Kabul),” ucapnya.

Namun karena AS perlu mengevakuasi warganya, termasuk penduduk Afghanistan yang rentan dan berisiko, ia harus menjalin koordinasi dengan Taliban.  “Jadi karena kebutuhan, itu adalah pilihan kami untuk berkoordinasi dengan mereka untuk mengeluarkan warga Amerika, untuk mengeluarkan mitra Afghanistan, untuk mendapatkan individu yang memenuhi syarat untuk berbagai program yang telah dikeluarkan AS,” kata Psaki.

Menurut Gedung Putih, sejauh ini AS telah mengevakuasi sekitar 105 ribu warga Afghanistan. Pada Kamis (26/8) lalu, bandara Kabul menjadi target pengeboman ISIS. Bandara tersebut diketahui disesaki ribuan warga Afghanistan yang hendak melarikan diri sejak Taliban mengambil alih negara pada 15 Agustus lalu.

Lebih dari 100 orang tewas dalam insiden tersebut, termasuk di antaranya 13 prajurit AS. Presiden AS Joe Biden telah bersumpah akan membalas pelaku yang melancarkan serangan teror tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement