Kamis 02 Sep 2021 05:18 WIB

Setelah Afganistan, Kebijakan Luar Negeri AS Fokus ke Asia Tenggara?

Hengkangnya AS dari Afganistan membuat Asia Tenggara menjadi simpul baru Amerika

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
Kebijakan Amerika dan Asia Tenggara
Kebijakan Amerika dan Asia Tenggara

Krisis penarikan pasukan Amerika Serikat dari Afganistan selama dua minggu belakangan membuat kebijakan luar negerinya mendapat kritikan keras dan juga menimbulkan pertanyaan tentang proyeksi kekuasaan AS di masa mendatang.

Di Asia Tenggara, AS telah mulai menopang sekutunya berhadapan dengan Cina. Minggu lalu, Wakil Presiden AS Kamala Harris mengakhiri kunjungan selama seminggu dari Singapura dan Vietnam yang ia tegaskan sebagai komitmen Washington pada Asia Tenggara.

Namun, perjalanan itu dilakukan di tengah kegagalan terbesar kebijakan luar negeri AS dalam beberapa dekade. Beberapa pemerintah Asia Tenggara dipaksa untuk segera mengevakuasi warganya dari Afganistan sebagai buntut dari kebijakan Washington dan timbulnya kecemasan gerakan Islam radikal di Afganistan yang bisa memperparah ancaman serangan teroris di Asia Tenggara.

Mengawasi kebijakan AS

Saat rapat dengan Harris pada 23 Agustus, Perdana Menteri Singapura Lee Hsein Loong mengatakan bahwa “hal yang mempengaruhi persepsi dan komitmen AS terhadap negara tersebut akan menjadi sikap AS ke depannya.”

Namun, dengan bangkitnya ekonomi Asia Tenggara dan sikap tegas Cina, Asia Tenggara menjadi sebuah kawasan penting bagi Washington, yang pernah disebut sebagai poros kebijakan Asia oleh pemerintahan Obama tahun 2011.

“Asia Tenggara selalu mengkhawatirkan adanya penempatan kekuatan AS di kawasan tersebut, tetapi saya tidak merasa kalau Afganistan meningkatkan kekhawatiran mereka,” sebut Bonnie Glaser, Direktur Program Asia dari German Marshall Fund of the United States.

AS merupakan mitra perekonomian dan keamanan utama bagi kebanyakan negara di Asia Tenggara, dan bersekutu dengan Thailand dan Filipina, serta memiliki kerja sama pertahanan dengan Singapura dan Vietnam, salah satu rekan utama mereka di Asia saat ini.

AS juga mendukung Vietnam, Malaysia, dan Indonesia dalam sengketa wilayah Laut Cina Selatan dengan Cina.

Namun, penarikan pasukan yang cepat dari Afganistan menjadi pertimbangan bagi beberapa negara terkait sikap Washington jika terjadi konflik dengan Cina.

Asia Tenggara bukan Afganistan

Sebagian besar pemerintah di Asia Tenggara mewaspadai ketertarikan AS di kawasan tersebut jauh berbeda dengan apa yang ingin dicapainya di kawasan lain.

Ketika melakukan invasi ke negara seperti Afganistan, AS ingin menangkal teroris, sementara di Asia, kepentingan AS tertuju pada peningkatan hubungan dengan negara yang sudah berhubungan dekat dan stabil.

Lebih lanjut, misi AS di Afganistan bertujuan untuk mengamankan negara dan membantu kelompok lemah dan miskin.

Sementara Asia Tenggara merupakan kawasan yang perkembangan ekonominya melesat cepat di dunia, yang menguntungkan AS. Blok Asia Tenggara merupakan mitra perdagangan keempat terbesar bagi Amerika, menurut data pemerintah AS.

Asia Tenggara jadi perhatian AS?

Beberapa analis Asia Tenggara mengamati penarikan pasukan AS dari Afganistan yang mungkin dapat membuat AS mengintervensi lebih lanjut ke kawasan penting lain.

“Ketika pemerintahan Biden dimulai, mereka menyatakan berencana untuk menyesuaikan lagi hubungan dengan Asia Tengah dan Timur Tengah hingga Indo-Pasifik,” ungkap Chong Ja Ian, profesor ilmu politik National University of Singapore. “Penarikan dari Afganistan merupakan bagian dari rencananya, kecuali pelaksanaannya yang buruk,” tambahnya kepada DW.

Yang terpenting bagi pemerintah di Asia Tenggara adalah seberapa cepat AS akan bertindak dalam membuktikan ucapannya mengenai status Indo-Pasifik yang dianggap menjadi pusat kebijakan luar negeri Amerika, jelas Chong.

“Kalau saja penarikan dari Afganistan lebih efektif dan memperkuat kalibrasi ulang AS dengan Asia Tenggara, mungkin AS dapat mempertahankan kehadirannya dan memperluas opsinya, dan membatasi (pengaruh Cina) di kawasan tersebut,” tambahnya.

Banyak pemerintah Asia yang kebingungan dengan pemerintahan Trump sebelumnya, terlebih saat dia menghina kawasan Asia dengan tidak mengirimkan pejabat senior pada pertemuan ASEAN tahun 2019.

Pada bulan-bulan pertama pemerintahan Biden, AS mendapat komplain bahwa AS tidak tertarik dengan kawasan tersebut, kemungkinan inilah alasan kunjungan Wakil Presiden Harris pada akhir Agustus lalu.

“Kunjungan tersebut bertujuan untuk menjelaskan pesan pemerintahan Biden-Harris pada dunia: Amerika bangkit kembali,” disebutkan dalam sebuah pernyataan dari kantor Wakil Presiden Harris sebelum kunjungannya ke Vietnam dan Singapura.

“Kerja sama kami dengan Singapura, di Asia Tenggara, dan seluruh Indo-Pasifik merupakan prioritas utama bagi AS,” sebut Harris.

Sebelum kunjungan Harris, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin juga telah mengunjungi Singapura, Filipina dan Vietnam pada Juli lalu. Pada Mei, Wakil Menteri Luar Negeri AS Wendy Sherman mengunjungi Indonesia, Thailand dan Kamboja. Dan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken juga telah hadir dalam pertemuan tingkat menteri blok ASEAN.

“Penarikan dari Afganistan membuktikan dengan jelas pada Asia tentang ketidakpastian komitmen AS.” Kata Yun Sun, Wakil Direktur Program Asia Stimson Center di Washington. “Namun Asia tenggara yakin bahwa AS tidak akan bisa menarik diri dari Asia Tenggara,” jelasnya pada DW.

AS galang sekutu lawan Cina

Ada sebuah fakta bahwa Asia Tenggara merupakan kawasan penting dari pertikaian AS dan Cina.“Dari sudut pandang AS, sangat tidak realistis untuk pergi dari Asia Tenggara, secara geografis, ekonomi, sejarah, dan hubungan sosial, yang saat ini ditambah dengan kompetisi bersama Cina,” jelas Sun. “Dalam kerangka tersebut, Asia Tenggara berdampingan dalam perlombaan itu,” tambahnya.

Para pemerintah di Asia Tenggara bisa menyaikapi hal tersebut dengan dua cara. Karena Asia Tenggara merupakan wilayah integral dalam persaingan Washington dan Beijing, terutama dalam isu sengketa wilayah di Laut Cina Selatan dan konflik di Sungai Mekong, pemerintah Asia Tenggara dapat menjaga hubungan dengan Washington.

“Asia Tenggara ingin AS dan Cina bersaing untuk mendapatkan perhatian mereka, namun negara-negara di kawasan tersebut tidak ingin dipaksa memilih (antara keduanya),” jelas Sun.

Namun, beberapa negara juga “cemas jika AS hanya fokus pada mereka karena Cina.” Kekuasaan AS juga bisa berkurang, jika Washington mengubah persepsi tentang Cina sebagai lawan utama, tambah analis.

(mh/hp)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement