Selasa 07 Sep 2021 06:30 WIB

Pengungsi Afghanistan di Prancis Kesulitan Bawa Keluarga

Pengungsi Afghanistan membawa keluarga ke tempat yang lebih aman.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Pengungsi Afghanistan di Prancis Kesulitan Bawa Keluarga. Foto: Tentara AS berjalan melewati deretan tenda dan seorang pengungsi muda Afghanistan, di Pangkalan Udara Ramstein, di Ramstein-Miesenbach, Jerman, Senin, 30 Agustus 2021.
Foto: AP/Uwe Anspach/dpa
Pengungsi Afghanistan di Prancis Kesulitan Bawa Keluarga. Foto: Tentara AS berjalan melewati deretan tenda dan seorang pengungsi muda Afghanistan, di Pangkalan Udara Ramstein, di Ramstein-Miesenbach, Jerman, Senin, 30 Agustus 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Sejak Taliban mengambil kendali penuh atas Afghanistan pada 15 Agustus, para pengungsi Afghanistan di Prancis ingin membawa keluarga mereka ke tempat yang aman. Namun, prosedur reunifikasi keluarga, yang sangat tertunda karena pandemi, menjadi lebih rumit.

Empat pengungsi Afghanistan pekan lalu mengajukan permintaan ke Dewan Negara Prancis. Mereka meminta agar semua keluarga Afghanistan yang sudah memiliki anggota keluarga di Prancis dievakuasi dari Kabul ke Prancis.

Baca Juga

Namun kontrol operasi evakuasi tidak termasuk dalam kewenangan peradilan administratif. Artinya, keluarga yang terdampar di Kabul tidak diprioritaskan untuk dibawa ke Prancis. Di Prancis, ada 3.500 aplikasi reunifikasi keluarga dari pengungsi Afghanistan yang menunggu tanggapan. Kasus-kasus ini telah tertunda selama berbulan-bulan, bahkan ada yang bertahun-tahun.

"Rata-rata, seorang Afghanistan harus menunggu tiga setengah tahun sebelum dapat membawa kerabatnya," kata Gérard Sadik, seorang spesialis hukum pengungsi di Cimade, dikutip dari InfoMigrants, Senin (6/9).

Prosedurnya tampak sangat rumit sebelum kedatangan Taliban pada 15 Agustus. "Di Kabul, kedutaan Prancis hampir tidak pernah mengeluarkan visa. Sudah bertahun-tahun sejak reunifikasi keluarga dilakukan melalui Afghanistan. Begitulah, semua warga Afghanistan tahu. Karena itu, berkas-berkas itu diproses di Islamabad, Pakistan," lanjut Sadik.

Sejak Taliban berkuasa pada 15 Agustus, para pengungsi Afghanistan di Prancis telah mengalami kesedihan karena tak bisa bertemu dengan anggota keluarga mereka yang masih berada di Afghanistan. "Saya telah berjuang selama dua tahun untuk mendapatkan istri dan tiga anak saya di sini," kata seorang pengungsi Afghanistan yang telah tinggal di Paris sejak Oktober 2018.

"Keluarga saya terjebak di sana, bank tutup, saya tidak bisa lagi mengirim uang ke mereka. Mereka akan hidup untuk apa? Bagaimana mereka bisa berbelanja? Dan sekarang, perempuan tidak lagi boleh keluar. Mereka perlu dieksfiltrasi ke Prancis," kata pengungsi tersebut.

Menurut Sadik, solusi yang dapat dilakukan adalah dengan membuka pos konsuler baru. Dia berharap Prancis akan mengambil tindakan untuk menghormati komitmennya, untuk menegakkan hukum. Selain itu, pengacara empat pengungsi yang telah mengajukan banding ke Dewan Negara meminta Paris untuk membuat protokol khusus, untuk mengeluarkan izin "laissez-passer" (hak untuk lulus), misalnya.

Dengan demikian, reunifikasi keluarga dapat diperiksa dari Abu Dhabi, tempat Prancis mendirikan jembatan udara dengan Kabul. Antara 16 Agustus dan 27 Agustus, Prancis mengevakuasi 2.600 warga Afghanistan dari Kabul melalui angkutan udara, yang sebagian besar seniman dan aktivis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement