REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Taliban berjanji akan menghormati hak perempuan dan memberi kesempatan pada mereka untuk menjabat di pemerintahan baru Afghanistan. Hal itu disampaikan setelah Taliban mengumumkan pemerintahannya yang hanya terdiri dari laki-laki.
“(Perempuan akan) hadir dalam (struktur) pemerintahan yang berbeda sesuai dengan hukum Islam dan sesuai dengan nilai budaya kita,” kata juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid pada Selasa (7/9), dikutip laman Dawn.
Tak lama setelah mengumumkan struktur pemerintahannya pada Selasa lalu, kepala badan perempuan PBB, Pramila Patten, mempertanyakan komitmen Taliban untuk melindungi dan menghormati hak-hak perempuan. Menurut dia, partisipasi politik perempuan merupakan prasyarat dasar untuk kesetaraan gender dan demokrasi sejati.
“Dengan mengecualikan perempuan dari mesin pemerintahan, kepemimpinan Taliban telah mengirimkan sinyal yang salah tentang tujuan yang mereka nyatakan untuk membangun masyarakat yang inklusif, kuat, dan sejahtera,” ujar Patten, dikutip laman Aljazirah.
Sebelumnya Taliban telah berjanji akan membentuk pemerintahan inklusif dan representatif. Namun dari 33 pejabat pemerintahan baru mereka, tak ada satu pun perempuan. Selain itu, seluruhnya merupakan anggota atau tokoh yang menjalin hubungan dengan Taliban.
Baca juga : Islam dan Demokrasi di Mata Profesor Jepang
Kelompok perlawanan The National Resistance Front of Afghanistan (NRF) meminta dunia internasional tak mengakui pemerintahan Taliban. Menurut mereka, pemerintahan yang hanya terdiri dari anggota Taliban dan rekan-rekannya ilegal. "(Pemerintahan Taliban) tanda yang jelas dari permusuhan kelompok itu dengan rakyat Afghanistan," kata NRF dalam sebuah pernyataan pada Selasa, dikutip laman BBC.