REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran mengkritik pembentukan pemerintah Taliban di Afghanistan, pada Rabu (8/9), dan mengatakan kelompok itu mengabaikan perlunya pemerintahan yang inklusif.
Pada Selasa (7/9), Taliban membentuk kabinet sementara beranggotakan 33 orang yang dipimpin oleh para pemimpin lama kelompok itu, mayoritas dari mereka berasal kelompok etnis Pashtun dan masuk dalam daftar teroris PBB dan AS. Ali Shamkhani, kepala Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran (SNSC), mengatakan kabinet Taliban mengabaikan perlunya pemerintahan yang inklusif.
Teheran sebelumnya menyerukan pembentukan pemerintah inklusif di Afghanistan, dengan partisipasi semua kelompok politik dan etnis di negara itu. Shamkhani juga menyatakan keprihatinan atas campur tangan asing dan penggunaan sarana militer dalam menangani tuntutan berbagai kelompok etnis Afghanistan.
Pernyataan itu dilihat sebagai referensi terselubung atas perkembangan di Provinsi Panjshir, yang terkepung di Afghanistan utara, di mana laporan menuduh serangan udara dilakukan oleh Pakistan untuk mendukung Taliban. Pada Senin, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh mengecam kekerasan di Panjshir dan menegaskan bahwa Teheran menolak campur tangan asing di negara tetangganya.
Sementara itu, Pakistan menolak laporan adanya gangguan di lembah Panjshir. Pada Rabu (8/9), Islamabad menjadi tuan rumah pertemuan virtual negara-negara regional untuk membahas situasi di Afghanistan. Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian juga hadir dalam kesempatan itu.
Baca juga : Larang Imam dan Khatib Masuk Masjid, 22 Jamaah Dibui
Utusan Iran dan Pakistan di Kabul, Bahador Aminian dan Mansoor Ahmed Khan, juga bertemu pada Rabu dan berjanji untuk melanjutkan upaya perdamaian, stabilitas dan kemitraan untuk bantuan kemanusiaan ke Afghanistan.
Iran merupakan salah satu dari sedikit negara yang menerima undangan untuk upacara pelantikan pemerintahan baru di Kabul. Namun, Teheran belum mengkonfirmasi apakah akan mengakui pemerintah baru terebut.