REPUBLIKA.CO.ID, MILAN -- Perdana Menteri Italia Mario Draghi membahas krisis Afghanistan dengan Presiden Turki Tayyip Erdoğan. Pertemuan itu dilakukan menjelang pertemuan G20 yang akan digelar di Roma pada 30 hingga 31 Oktober mendatang.
Pada Kamis (9/9), kantor kepresidenan Italia mengatakan dalam percakapan 'komprehensif' melalui sambungan telepon itu kedua pemimpin mengeksplorasi kemungkinan langkah yang dapat diambil masyarakat internasional termasuk G20 mengenai Afghanistan. Dalam kesempatan itu, Draghi juga kembali mengundang Erdogan ke pertemuan G20.
Mereka juga membahas situasi di Libya dan penguatan kemitraan Turki-Italia di berbagai sektor. Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Italia Luigi Di Maio mengatakan Taliban harus dinilai dari perbuatannya bukan kata-katanya.
"Pendekatan Italia serupa dengan pendekatan di tingkat Eropa, dalam pertemuan informal menteri-menteri luar negeri di Slovenia pekan lalu kami membahas hal ini," katanya di hadapan Senat Italia, Rabu (8/9) kemarin.
"Untuk terus membantu rakyat Afghanistan, kami sepakat menilai Taliban dari perbuatannya bukan dari pernyataannya," kata Di Maio.
Di Maio mengatakan tindakan Taliban akan dievaluasi dengan lima kriteria. Pertama kerjasama dalam memerangi teroris dan penyeludupan narkoba, kedua menghormati hak asasi manusia terutama perempuan dan minoritas.
Ketiga membentuk pemerintahan yang inklusif, keempat menjamin akses pada bantuan kemanusiaan dan kelima mengizinkan siapa pun yang ingin meninggalkan Afghanistan. Ia mengatakan parameter ini juga dibahas dalam kunjungannya baru-baru ini ke Uzbekistan, Tajikistan, Qatar, dan Pakistan.
Ia menambahkan Italia adalah negara Eropa yang paling banyak mengevakuasi warga Afghanistan setelah ibu kota Kabul jatuh ke tangan Taliban. Italia mengevakuasi 5.011 orang sebanyak 4.890 di antaranya warga Afghanistan.