REPUBLIKA.CO.ID, ROMA -- Pemerintah Italia mengatakan polisi antiteror menggerebek rumah orang-orang yang diduga mengadvokasi kekerasan terutama terhadap jurnalis. Ajakan tersebut disampaikan di unjuk rasa memprotes peraturan Covid-19 pemerintah.
Polisi mengatakan delapan orang membentuk grup yang dinamakan 'the warriors' di aplikasi kirim pesan Telegram. Penggerebekan dilakukan di ibu kota Rima dan lima kota bagian utara termasuk Milan dan Bergamo yang terdampak pandemi cukup parah.
Delapan orang tersebut diselidiki tapi tidak ditahan atau didakwa dengan resmi. Polisi mengatakan para tersangka merencanakan kekerasan termasuk menggunakan bom rakitan di unjuk rasa pekan ini di Roma.
Pada Kamis (9/9), polisi mengatakan unjuk rasa itu memprotes kebijakan pemerintah yang dikenal sertifikat 'Green Pass'. Mulai musim panas ini pengunjung gym, restoran dan venue besar seperti konser wajib menunjukkan sertifikat vaksin.
Pada bulan ini, kebijakan tersebut diperluas ke penerbangan domestik, kereta, bus dan kapal feri. Tapi tidak untuk transportasi di dalam kota. Untuk mendapatkan sertifikat itu warga Italia harus setidaknya sudah menerima dosis pertama vaksin Covid-19 atau pulih dari infeksi itu dalam enam bulan terakhir atau hasil tes dalam 24 jam terakhir negatif.
Kepala polisi antiteror Italia Guido D’Onofrio mengatakan tersangka mengincar jurnalis. Dalam konferensi pers, ia mengatakan para tersangka mengadvokasi menggunakan kekerasan termasuk 'meledakan truk' yang dioperasikan jaringan televisi.
D’Onofrio menekankan tidak ada bahan peledak yang ditemukan dalam penggeledahan. Polisi menemukan keling atau brass knuckles dalam penggerebekan tersebut.
Dalam unjuk rasa antivaksin bulan lalu, seorang wartawan surat kabar dipukul wajahnya berkali-kali hingga membutuhkan perawatan di rumah sakit. Di demonstrasi lainnya polisi harus menyelamatkan wartawan televisi usai rambut ditarik pengunjuk rasa.
Unjuk rasa Green Pass digelar secara sporadis selama beberapa pekan terakhir. Di awal sempat dihadiri beberapa ribu orang. Tapi yang terakhir termasuk di Roma, hanya dihadiri beberapa belas orang.