REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Menteri Luar Negeri China Wang Yi akan mengunjungi Singapura selama 13-14 September.
Menurut Kementerian Luar Negeri Singapura, Wang Yi akan bertemu Perdana Menteri Lee Hsien Loong, Wakil PM dan Menteri Koordinator Kebijakan Ekonomi Heng Swee Keat. Wang Yi juga dijadwalkan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan.
Selain Singapura, Wang Yi telah berkunjung ke Vietnam beberapa hari sebelumnya dan bertemu PM Pham Minh Chinh sekaligus Menlu Bui Thanh Son. Mereka membicarakan soal hubungan bilateral antara China dengan Vietnam, penanganan pandemi Covid-19, serta isu Laut China Selatan.
Wang Yi sekaligus mengumumkan China akan memberikan tambahan bantuan tiga juta dosis vaksin Covid-19 kepada Vietnam pada tahun ini. Wang Yi juga berencana mengunjungi Kamboja serta Korea Selatan.
Menurut keterangan Kementerian Luar Negeri China, Wang Yi akan mengunjungi negara-negara tersebut atas undangan dari masing-masing menlu. Meski secara formal kedatangannya ke ASEAN untuk membicarakan hubungan bilateral, kunjungan Wang Yi diyakini bertujuan untuk merespons pernyataan Wakil Presiden AS Kamala Harris saat melakukan tur ASEAN pada beberapa pekan lalu.
Saat berpidato di Singapura, Kamala mengatakan Indo-pasifik menjadi prioritas utama kebijakan luar negeri AS saat ini. Kamala menyinggung tindakan China yang terus mengintimidasi dan membuat klaim sepihak di sebagian besar Laut China Selatan.
Menurut Kamala, klaim China tersebut telah ditolak oleh putusan pengadilan arbitrase pada 2016 serta tindakan Beijing berpotensi mengancam kedaulatan negara lain yang juga mengklaim sebagian perairan tersebut.
Sementara dalam kunjungan Kamala ke Vietnam, Washington menawarkan lebih banyak kunjungan kapal perang AS kepada Presiden Vietnam Nguyen Xuan Phuc. Kamala bahkan menekankan kembali bahwa ekspansi Beijing merupakan sesuatu yang berbahaya.
Kawasan Indo-Pasifik merujuk kepada negara-negara yang terletak secara geografis di kawasan Samudera Hindia dan Samudra Pasifik. Kawasan ini merupakan rumah bagi 60 persen populasi dunia dengan total GDP mencapai hampir USD52 triliun.