Komisi Perdagangan yang Adil Korea (KFTC) pada Selasa (14/09), menghukum Google dengan denda senilai hampir 180 juta dolar AS (lebih dari Rp 2,5 triliun). Sanksi tersebut diberikan karena raksasa internet milik Alphabet Inc itu dinilai telah menyalahgunakan dominasinya dalam pasar usaha sistem operasi seluler dan aplikasi.
Menurut KFTC, investigasi terhadap Google telah berjalan sejak tahun 2016. Google diduga menghalangi produsen smartphone dalam negeri seperti Samsung untuk melakukan penyesuaian dalam sistem operasi Android-nya.
KFTC mengatakan bahwa Google menghambat persaingan usaha lewat "perjanjian anti-fragmentasi (AFA)” yang mencegah pembuat smartphone melakukan pemasangan Android yang sudah dimodifikasi – dikenal dengan nama "Android forks” - dalam perangkatnya.
"Karena ini, pembuat perangkat tidak dapat meluncurkan produk inovatif dengan layanan baru,” kata KFTC dalam pernyataanya. "Alhasil, Google dapat lebih jauh meningkatkan dominasinya di pasar OS seluler,” tambah pernyataan itu.
Denda kesembilan paling besar
Menurut KFTC, denda terhadap Google kali ini bisa menjadi denda kesembilan paling besar yang pernah diberikan. Selain denda ratusan juta dolar AS, KFTC juga memerintahkan raksasa teknologi itu untuk melakukan langkah-langkah korektif.
Menanggapi sanksi tersebut, Google lewat pernyataannya berencana melakukan banding terhadap keputusan tersebut, demikian seperti diberitakan oleh Reuters.
"UU anti-Google”
Sanksi terhadap Google ini muncul di hari pertama UU Bisnis Telekomunikasi atau yang dikenal dengan "UU anti-Google” mulai diberlakukan di Korea Selatan (Korsel). UU tersebut sebelumnya disahkan oleh parlemen pada akhir Agustus lalu yang isinya memuat pelarangan terhadap operator toko aplikasi (app store) besar seperti Google dan Apple untuk memaksa pengembang software menggunakan sistem pembayaran mereka.
Aturan ini secara efektif menyatakan bahwa kegiatan monopoli lewat Play Store dan App Store adalah ilegal.
Korea Selatan adalah negara dengan ekonomi terbesar ke-12 di dunia. Korsel juga terkenal karena kecakapan teknologinya. Namun, pasar aplikasi online di negara ini masih didominasi oleh Google dan Apple.
Menurut data dari kementerian sains Seoul, Play Store milik Google berhasil meraup keuntungan senilai 5,2 miliar dolar AS pada tahun 2019.
gtp/hp (Reuters, AFP)