REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Perdana Menteri Israel Naftali Bennett mengatakan dia menolak dengan tegas pembentukan negara Palestina. Menurutnya, hal itu merupakan kesalahan mengerikan.
“Saya menentang negara Palestina. Saya pikir itu akan menjadi kesalahan mengerikan,” kata Bennett kepada lembaga penyiaran publik Israel, Kan, pada Selasa (14/9), dikutip laman Middle East Monitor.
Bennett pun menegaskan kembali penolakannya bertemu Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas. Ia mengaku masih belum bisa menerima langkah Palestina menggugat pasukan negaranya ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
“Saya tidak melihat alasan logis dalam bertemu seseorang yang menggugat IDF (Israeli Defence Forces) di Den Haag dan menuduh mereka melakukan kejahatan perang, dan pada saat yang sama membayar gaji kepada teroris. Saya tidak melihat logika dalam bertemu dengannya (Abbas),” ujar Bennett.
Kata “teroris” dalam pernyataan Bennett merujuk pada kelompok Hamas yang mengontrol Jalur Gaza. Bennett mengatakan moto kelompok Hamas adalah memerangi negaranya sampai akhir. Dia berkomitmen menghadapi setiap ancaman dari kelompok tersebut.
Bennett mengungkapkan, dia memiliki tiga misi di Gaza, yakni mencegat serangan roket, menghentikan Hamas membangun kekuatan, dan mengembalikan tawanan Israel yang ditahan di daerah tersebut. “Kami berada di babak (pertempuran) empat bulan lalu, sebelum masa (pemerintahan) saya. Hamas menembakkan roket ke Yerusalem dan Tel Aviv, dan di sini kami berada di titik yang sama persis,” katanya kepada Ynet News Israel.
Bennett yakin, Hamas tak akan berhenti mengancam atau menyerang Israel. “Hamas adalah organisasi jihad yang menjadikannya moto untuk memerangi kami sampai akhir,” ujarnya.
Dia menekankan, sudah menjadi tugas dan kewajibannya melindungi atau bertanggung jawab atas keamanan warga Israel, khususnya penduduk di daerah selatan. “Saya tidak bisa mengabaikan pembangunan militer (Hamas) demi perdamaian,” kata Bennett.