REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Juru Bicara Taliban, Zabiullah Mujahid, menyatakan, pihaknya menyangkal semua laporan Human Rights Watch. Laporan tersebut menyatakan Taliban melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
“Kami sangat menyangkal laporan Human Rights Watch, yang mengatakan bahwa Mujahidin Imarah Islam melakukan kejahatan perang," ujar Zabiullah yang Republika lansir dari laman Sputnik News, Rabu (15/9).
Dia menyatakan, pihaknya tidak boleh menjadi korban disinformasi musuh dan tidak boleh menjadikan laporan palsu berdasarkan hal tersenut. Para pembuat laporan tersebut, kata dia, harus mempelajari semua informasi dengan cermat di lapangan.
"Harus mempelajari semuanya dengan cermat dan memastikan fakta secara independen," kata Mujahid.
Pada Senin (13/9), Human Rights Watch mengirim surat kepada Menteri Luar Negeri India dengan seruan untuk mengambil langkah-langkah mendesak dalam mengatasi krisis kemanusiaan dan HAM di Afghanistan. Surat itu mencatat, misi PBB di Afghanistan harus berbagi informasi dengan badan-badan internasional yang menyelidiki kejahatan perang di negara itu.
Pada Agustus lalu, organisasi non-pemerintah Human Rights Watch merilis sebuah laporan yang menyatakan, Taliban telah mengeksekusi tentara, polisi, dan warga sipil yang ditahan, yang diduga terkait dengan pemerintahan Afghanistan. Hal itu dilakukan tanpa proses hukum.
Baca juga : Pasukan Prancis Bunuh Pemimpin ISIS di Sahara
Taliban mengintensifkan serangannya terhadap pasukan pemerintah Afghanistan sebulan yang lalu dan memasuki Kabul pada 15 Agustus. Pada 31 Agustus, militer AS meninggalkan bandara Kabul, mengakhiri kehadiran militer Amerika selama hampir dua puluh tahun di Afghanistan.
Lalu pada 6 September, Taliban menyatakan, mereka telah menguasai Panjshir, provinsi terakhir dari 34 provinsi Afghanistan yang tidak berada di bawah kekuasaan mereka. Keesokan harinya, Taliban mengumumkan susunan pemerintahan sementara Afghanistan.
Pemerintah sementara dipimpin oleh Mohammad Hasan Akhund, yang menjabat sebagai menteri luar negeri selama pemerintahan Taliban pertama. Akhund berada di bawah sanksi PBB sejak 2001.