Kamis 16 Sep 2021 11:31 WIB

Ribuan Pekerja AS Tolak Vaksin Covid-19 atas Alasan Agama

Agama-agama besar di seluruh dunia tidak menolak vaksin Covid-19

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
 Presiden AS Joe Biden mengunjungi pusat vaksin COVID-19 Urusan Veteran (VA) di Washington, DC, AS, pada 08 Maret 2021.
Foto: EPA-EFE/KEVIN DIETSCH
Presiden AS Joe Biden mengunjungi pusat vaksin COVID-19 Urusan Veteran (VA) di Washington, DC, AS, pada 08 Maret 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Sekitar 3.000 pegawai Departemen Kepolisian Los Angeles menggunakan alasan agama untuk menghindari vaksin Covid-19. Ribuan karyawan di Negara Bagian Washington juga menggunakan alasan yang sama.

Sebuah rumah sakit di Arkansas dibanjiri permintaan serupa dari banyak pegawainya. Keberatan atas alasan agama yang kerap digunakan untuk menghindari berbagai vaksin di Amerika Serikat (AS) semakin sering digunakan untuk menghindari vaksin Covid-19.

Baca Juga

Tampaknya alasan itu akan semakin banyak digunakan setelah Presiden AS Joe Biden mengeluarkan wajib vaksin pada 100 juta pekerja Amerika. Kewajiban vaksin juga menyasar pegawai pemerintah dan bisnis yang memiliki lebih dari 100 orang pegawai.

Pemerintah menyadari, segelintir orang Amerika akan menggunakan alasan agama dan mungkin akan mengeksploitasinya. Namun Washington yakin meningkatnya angka vaksinasi akan menyelamatkan nyawa.

Tidak diketahui berapa banyak pegawai pemerintah federal yang menggunakan alasan ini walaupun serikat pekerja mengatakan permintaannya cukup banyak. Departemen Tenaga Kerja AS sudah mengatakan, akomodasi dapat ditolak apabila menyebabkan beban pada pemberi kerja.

Kebijakan wajib vaksin dan masker di setiap negara bagian berbeda-beda. Akan tetapi sebagian memberi pengecualian bagi pemilik kondisi medis atau alasan agama dan filosofi tertentu. Beberapa dekade terakhir penggunaan alasan agama semakin sering digunakan orang tua untuk anak-anak mereka.

Baca juga : Efek Vaksin Covid-19 pada Siklus Menstruasi Perlu Diteliti

Izin untuk menghindari vaksin dengan alasan agama diabadikan dalam Undang-undang Hak Sipil tahun 1964. Undang-undang itu menyebutkan pemberi kerja atau majikan harus memberikan akomodasi bagi pegawai yang menolak syarat kerja karena keyakinan agama 'yang dipegang dengan tulus'.

Berdasarkan peraturan yang dikeluarkan Komisi Kesetaraan Kesempatan Kerja, keyakinan beragama tidak harus diakui oleh agama yang terorganisir. Bisa saja agama baru, tidak biasa, atau 'terlihat tidak logis atau tidak masuk akal bagi orang lain'.

Namun penolakan vaksin tidak bisa hanya didasari oleh gagasan politik atau sosial tertentu. Dengan demikian majikan atau pemberi kerja yang menentukan apa itu keyakinan agama yang sah dan apa yang hanya alasan untuk menghindari vaksin.

Agama-agama besar di seluruh dunia tidak menolak vaksin Covid-19. Namun program vaksin sudah lama menjadi bahan perdebatan terutama karena rumor mengenai penelitian dan pengembangan vaksin Covid-19 menggunakan sel yang berasal dari jaringan janin.

Pemimpin-pemimpin Katolik di New Orleans dan St. Louis melangkah lebih jauh dengan mengatakan vaksin Covid-19 dari Johnson & Johnson 'dapat dikompromikan secara moral'. Perusahaan farmasi tersebut menekankan vaksinnya tidak mengandung jaringan dari janin manusia yang diaborsi atau MRC-5.

Selain itu, doktrin Vatikan mengatakan 'dapat diterima secara moral' bagi penganut Katolik untuk menerima vaksin Covid-19 yang penelitiannya menggunakan sel dari jaringan janin. Paus Fransiskus telah mengatakan akan menjadi 'bunuh diri' jika tidak divaksin dan ia telah sudah menerima dua dosis vaksin Pfizer.

Baca juga : Vaksinasi Lansia Rendah, Pemda Diminta Evaluasi

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement