REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Junta militer Myanmar akan mengadili pemimpin terguling Aung San Suu Kyi atas tuduhan korupsi pada Jumat (17/9). Kasus itu merupakan salah satu dari sejumlah tuduhan yang ditujukan ke Suu Kyi.
"Dia akan menghadapi persidangan baru atas empat tuduhan korupsi yang dimulai pada 1 Oktober di ibu kota Naypyidaw," kata pengacaranya Khin Maung Zaw seperti dikutip laman Channel News Asia, Jumat (17/9).
Wartawan dilarang meliput semua proses persidangan. Setiap dakwaan korupsi diancam hukuman maksimal 15 tahun. Proses pengadilan yang sedang berlangsung ditunda selama dua bulan ketika Myanmar bergulat dengan lonjakan virus corona. Persidangan baru dilanjutkan pekan ini, meski Aung San Suu Kyi melewatkan hari pertama dengan alasan kesehatan.
Suu Kyi dilengserkan melalui kudeta militer pada 1 Februari 2021. Sejak itu, dia ditahan di tempat yang tidak diketahui siapapun oleh junta. Komunikasi Suu Kyi terhadap dunia luar juga terbatas hanya melalui tim hukumnya. Timnya pun mengatakan akses kepada Suu Kyi dibatasi dan dipantau oleh pihak berwenang.
Suu Kyi menghadapi sejumlah dakwaan di antaranya impor ilegal dan kepemilikan radio walkie talkie serta melanggar protokol Covid-19. Tuduhan paling serius yang dihadapi Suu Kyi adalah pelanggaran yang tidak ditentukan dari Undang-Undang Rahasia Resmi dalam kasus yang terpisah. Pelanggaran tersebut dapat dihukum hingga 14 tahun penjara, namun tuduhan itu belum dibawa ke pengadilan.
Sejak kudeta juga Myanmar telah menderita kelumpuhan politik dan ekonomi. Kudeta memicu reaksi nasional, dengan protes dan kekerasan di pedesaan dan di kota-kota terbesarnya. Upaya diplomatik untuk menyelesaikan krisis hanya membuat sedikit kemajuan. Banyak dari loyalis Suu Kyi telah melarikan diri atau telah ditangkap atau bergabung dengan pemerintah bayangan melawan junta, NUG, yang menyerukan pemberontakan.
Pemerintah Liga Nasional untuk Demokrasi yang dipimpin Suu Kyi digulingkan oleh militer karena dugaan kecurangan pemilih selama pemilihan 2020. Dia mengalahkan partai politik yang bersekutu dengan para jenderal.
Pemberontakan nasional dan kerusuhan yang sedang berlangsung telah melumpuhkan perekonomian negara Asia Tenggara. Menurut kelompok pemantau lokal, lebih dari 1.100 orang tewas dan lebih dari 8.000 ditangkap. Namun, militer mengatakan jumlah korban jauh lebih rendah.
Kepala Junta Min Aung Hlaing mengatakan bulan lalu bahwa pemilihan umum akan diadakan dan keadaan darurat dicabut pada Agustus 2023, memperpanjang batas waktu satu tahun awal militer yang diumumkan beberapa hari setelah kudeta.