REPUBLIKA.CO.ID,BRUSSELS--Komisi Eropa mengatakan laporan media tentang Perdana Menteri Belanda Mark Rutte akan menawarkan perjanjian kerjasama Uni Eropa dan Inggris tidak benar. Media melaporkan tawaran ini akan disampaikan ke Perdana Menteri Inggris Boris Johnson.
Dalam laporannya The Times of London menulis seorang sumber diplomatik mengatakan saat bertemu Johnson, Rutte akan menawarkan Inggris kesepakatan kerja sama dengan Uni Eropa. Komisi Eropa membantah Rutte dapat melakukan itu.
"Itu tidak benar, setiap proposal kerangka kerja sama luar negeri, isu pertahanan atau keamanan antara Uni Eropa dan Inggris harus dibahas dan disepakati terlebih dahulu oleh negara anggota, ini tidak terjadi," kata juru bicara Komisi Eropa Peter Stano, Jumat (17/9).
Dalam catatan paginya untuk pelanggan media Inggris the Financial Times melaporkan Rutte akan meminta pandangan London tentang potensi kerjasama pertahanan dan keamanan yang lebih dalam. Diplomat-diplomat Uni Eropa mengatakan laporan ini lebih akurat dari laporan the Times.
"Saya tidak akan mendahului apa yang akan (Rutte) katakan," kata juru bicara Johnson menjelang pertemuan antara perdana menteri digelar.
"Kami memiliki hubungan kerja sama yang kuat baik dengan Uni Eropa maupun dengan masing-masing negara anggota Uni Eropa, jelas kami harus lebih jelas NATO masih tetap penyanggah keamanan Eropa-Atlantik dan kami kontributor terbesar Eropa," tambahnya.
Usai Inggris keluar dari Uni Eropa tahun lalu pemerintah 27 negara anggota Uni Eropa mengatakan akan menawarkan kerjasama keamanan dengan Inggris. Tapi diplomat-diplomat Britania dan Uni Eropa mengatakan hingga saat ini Inggris belum berencana bergabung dengan perjanjian militer Uni Eropa apa pun.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan Inggris dipersilahkan bergabung dengan upaya Uni Eropa membangun kebijakan pertahanan demi kepentingan bersama. Tapi hingga saat ini pemerintah Inggris tidak menunjukan minat untuk itu.
Pada bulan Mei lalu Amerika Serikat (AS), Norwegia, Kanada menandatangani proyek untuk mengatasi keterlambatan pergerakan pasukan di seluruh Eropa. Proyek yang dipimpin Belanda ini melibatkan uang dari Uni Eropa dan keahlian NATO.
Namun sejauh ini Inggris masih enggan untuk terlibat langsung dengan kesepakatan tersebut.