Sabtu 18 Sep 2021 08:40 WIB

Anak-Anak Turut Jadi Korban Serangan Drone AS di Kabul

Serangan tersebut menewaskan 7 orang.

Rep: Lintar Satria/ Red: Dwi Murdaningsih
 FILE - Dalam file foto 29 Agustus 2021 yang ditinjau oleh pejabat militer AS, sebuah bendera dikibarkan setengah tiang untuk menghormati anggota layanan AS dan korban lainnya yang tewas dalam serangan teroris di Kabul, Afghanistan, seperti yang terlihat dari Camp Justice di Pangkalan Angkatan Laut Teluk Guantanamo, Kuba. Camp Justice adalah tempat proses komisi militer diadakan untuk tahanan yang dituduh melakukan kejahatan perang. Gedung Putih mengatakan akan menutup penjara di pangkalan AS di Kuba, yang dibuka pada Januari 2002 dan di mana sebagian besar dari 39 pria yang masih ditahan tidak pernah didakwa melakukan kejahatan.
Foto: AP/Alex Brandon
FILE - Dalam file foto 29 Agustus 2021 yang ditinjau oleh pejabat militer AS, sebuah bendera dikibarkan setengah tiang untuk menghormati anggota layanan AS dan korban lainnya yang tewas dalam serangan teroris di Kabul, Afghanistan, seperti yang terlihat dari Camp Justice di Pangkalan Angkatan Laut Teluk Guantanamo, Kuba. Camp Justice adalah tempat proses komisi militer diadakan untuk tahanan yang dituduh melakukan kejahatan perang. Gedung Putih mengatakan akan menutup penjara di pangkalan AS di Kuba, yang dibuka pada Januari 2002 dan di mana sebagian besar dari 39 pria yang masih ditahan tidak pernah didakwa melakukan kejahatan.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Militer Amerika Serikat (AS) merilis laporan yang menyebutkan serangan drone ke pemukiman sebelah barat Bandara Internasional Hamid Kazai, Kabul menewaskan warga sipil termasuk anak-anak. Video yang direkam dari lokasi serangan menunjukkan puing-puing mobil berserakan di sekitar halaman sebuah gedung.

Setelah serangan 29 Agustus itu juru bicara Taliban yang berkuasa di Afghanistan, Zabihullah Mujahid mengatakan serangan tersebut menewaskan tujuh orang. Ia berjanji Taliban akan menyelidikinya.

Baca Juga

Serangan ini dilakukan tiga hari setelah ISIS melakukan serangan bom bunuh diri yang menewaskan 13 tentara AS dan sejumlah warga sipil Afghanistan. Para korban bom bunuh diri  sedang berkumpul di luar pintu gerbang bandara menunggu kesempatan untuk dapat terbang meninggalkan Afghanistan.

ISIS menggelar serangan tidak lama setelah Taliban merebut kekuasaan dan menjelang militer AS mundur dari Afghanistan. AS menggelar serangan ke timur Afghanistan sebagai balasan. Serangan yang tidak diselidiki ulang itu menewaskan dua orang anggota ISIS.

Serangan yang menjadi kesalahan tragis adalah serangan kedua. Ketika militer AS yakin akan ada serangan lanjutan termasuk dari roket dan alat peledak ketika Pentagon mengakhiri 20 tahun operasi di Afghanistan.

Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata Jenderal Mark Milley menyalahkan kabut perang. Dia mengakui jatuhnya korban sipil 'menyayat hati.'

"Di lingkungan dengan tingkat ancaman yang tinggi, para komandan di lapangan memiliki wewenang yang tepat dan alasan masuk akal target tersebut valid," kata Milley, Sabtu (18/9).

Pejabat pertahanan AS mengatakan kewenangan menggelar serangan di Afghanistan baik terhadap al-Qaeda maupun ISIS tidak lagi berada di tangan komandan yang Timur Tengah. Kini hanya Menteri Pertahanan Austin Lloyd yang dapat memberikan wewenang untuk menggelar serangan di Afghanistan.

Namun kegagalan intelijen mengungkapkan serangan militer AS terbaru di Afghanistan menimbulkan keraguan mengenai resiko serangan di masa depan. Termasuk apakah AS dapat terus melacak ancaman al-Qaeda dan ISIS dan bertindak cepat saat informasi di dapat.

McKenzie mengecilkan dampak korban jiwa sipil serangan pada serangan AS di Afghanistan di masa depan.

"Saya kira anda seharusnya tidak mengambil kesimpulan apa pun mengenai kemampuan kami dalam menggelar serangan ke Afghanistan melawan ISIS-K di masa depan berdasarkan satu serangan ini saja," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement