REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA - Hong Kong pada Senin mengumumkan hasil pemilihan umum yang diadakan di bawah sistem pemilihan baru, setelah China membuat sejumlah perubahan awal bulan ini. Pilkada digelar untuk memilih anggota Komisi Pemilihan Umum (EC) 2021 dengan jumlah kuota 1.500 kursi.
“Ini adalah pemilu pertama yang diadakan dengan sistem baru. Dengan pemilu ini, Daerah Administratif Khusus Hong Kong (HKSAR) telah mencapai tonggak baru dalam sistem politik untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik di Hong Kong,” kata pemerintah daerah dalam sebuah pernyataan.
Menurut pemerintah, tingkat partisipasi pemilih pilkada yang digelar pada Minggu adalah 90 persen. “Sekitar 4.390 pemilih memilih 364 anggota EC," imbuh pernyataan itu.
Pada 1997, Inggris menyerahkan kembali Hong Kong ke China di bawah prinsip “satu negara, dua sistem” hingga 2047. Namun, setelah aksi protes pro-demokrasi yang diwarnai kekerasan pada 2019, Beijing pun meningkatkan pengaruhnya.
Pada Juli 2020, Beijing mengesahkan Undang-Undang Keamanan Nasional. Kemudian, pada Maret 2021, Kongres Rakyat Nasional (NPC) Tiongkok membawa perubahan pada sistem pemilihan di Hong Kong setelah Komite Tetap NPC mengadopsi amandemen Undang-Undang Dasar, yang mengatur hubungan antara Tiongkok dan Hong Kong.
“Sistem pemilu yang baru telah meletakkan dasar yang kokoh. Kami yakin Hong Kong mampu menerapkan prinsip 'satu negara, dua sistem' secara penuh dan akurat serta menjaga kemakmuran dan stabilitas jangka panjang,” kata pemerintah.
Masa jabatan EC akan dimulai pada 22 Oktober dan berakhir pada 21 Oktober 2026. Komisi itu terdiri dari anggota dari lima sektor yang berbeda, termasuk sektor industri, komersial dan keuangan, akar rumput, tenaga kerja, agama, dan sektor lainnya.