Kamis 23 Sep 2021 10:19 WIB

Pidato di PBB, Jokowi Bicara Pandemi Hingga Afghanistan

Jokowi menyebut potensi praktik kekerasan dan marjinalisasi perempuan di Afghanistan.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Joko Widodo
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Presiden Joko Widodo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pidatonya secara virtual pada sesi debat umum Sidang Majelis Umum ke-76 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dalam pidatonya, Jokowi menyampaikan pandangan soal penanganan pandemi, pemulihan perekonomian global, ketahanan iklim, hingga konflik terorisme, dan perang.

“Melihat perkembangan dunia sampai sekarang ini, banyak hal yang harus kita lakukan bersama-sama. Pertama, kita harus memberikan harapan bahwa pandemi Covid-19 akan bisa tertangani dengan cepat, adil, dan merata," ujar Jokowi dalam pidatonya yang diunggah di kanal Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (23/9).

Baca Juga

Jokowi menilai, kemampuan dan kecepatan antarnegara dalam menangani pandemi Covid-19, termasuk vaksinasi, sangat timpang. Bahkan, politisasi dan diskriminasi terhadap vaksin pun masih terjadi. Masalah-masalah ini, kata dia, harus dapat diselesaikan dengan langkah nyata.

Presiden pun mendorong agar seluruh negara menata ulang arsitektur sistem ketahanan kesehatan global. Menurutnya, diperlukan mekanisme baru untuk penggalangan sumber daya kesehatan global, baik pendanaan, vaksin, obat-obatan, alat-alat kesehatan, dan tenaga kesehatan secara cepat dan merata ke seluruh negara.

“Diperlukan standarisasi protokol kesehatan global dalam hal aktivitas lintas batas negara, misalnya perihal kriteria vaksinasi, hasil tes, maupun status kesehatan lainnya,” jelasnya.

Selain itu, Presiden juga menyampaikan, pemulihan perekonomian global hanya bisa berlangsung jika pandemi terkendali dan antarnegara bisa bekerja sama dalam pemulihan ekonomi. Indonesia dan negara berkembang lainnya pun membuka pintu seluas-luasnya untuk investasi yang berkualitas.

“Yaitu yang membuka banyak kesempatan kerja, transfer teknologi, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, dan berkelanjutan,” tambahnya.

Lebih lanjut, Jokowi juga menyampaikan mengenai komitmen Indonesia terhadap ketahanan iklim, pembangunan yang rendah karbon, serta teknologi hijau. Namun ia menekankan, proses transformasi energi dan teknologi tersebut harus memfasilitasi negara berkembang untuk ikut dalam pengembangan industri dan menjadi produsen teknologi. “Pandemi Covid-19 mengingatkan kita tentang pentingnya penyebaran sentra produksi kebutuhan vaksin di dunia di banyak negara,” ungkapnya.

Terkait terorisme, Presiden menyerukan agar dunia serius melawan intoleransi, konflik, terorisme dan perang. Menurut dia, perdamaian dalam keberagaman, jaminan hak perempuan dan kelompok minoritas harus ditegakkan.

Ia juga menyebut, potensi praktik kekerasan dan marjinalisasi perempuan di Afghanistan, kemerdekaan Palestina yang semakin jauh dari harapan, serta krisis politik di Myanmar harus menjadi agenda semua negara.

Terkait hal ini, para pemimpin ASEAN telah melakukan pertemuan di Jakarta dan menghasilkan Five Poins Consensus, yang implementasinya membutuhkan komitmen militer Myanmar. “Harapan besar masyarakat dunia tersebut, harus kita jawab dengan langkah nyata dengan hasil yang jelas. Itulah kewajiban yang ada di pundak kita, yang ditunggu masyarakat dunia. Itulah kewajiban kita untuk memberikan harapan masa depan dunia,” kata Jokowi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement