Presiden China Xi Jinping telah mengumumkan bahwa China akan menghentikan pendanaan proyek batu bara di luar negeri, yang pada dasarnya akan mengakhiri aliran bantuan untuk energi kotor yang berkontribusi terhadap krisis iklim.
Xi menyampaikan pernyataannya di sidang Majelis Umum PBB di mana Presiden AS Joe Biden, yang berusaha menunjukkan kepemimpinan dalam persaingan yang berkembang dengan China, berjanji untuk menggandakan kontribusi Washington kepada negara-negara yang paling terpukul oleh perubahan iklim.
Sejauh ini China merupakan penyumbang dana terbesar untuk proyek batu bara di negara-negara berkembang seperti Indonesia, Vietnam dan Bangladesh saat melakukan pembangunan infrastruktur global di bawah skema Belt and Road Initiative.
Xi telah berjanji untuk mempercepat upaya China, penghasil emisi terbesar di dunia, untuk menjadi netral karbon pada tahun 2060.
"Ini membutuhkan kerja keras yang luar biasa dan kami akan melakukan segala upaya untuk memenuhi tujuan ini," katanya dalam pidato yang direkam.
"China akan meningkatkan dukungan untuk negara berkembang lainnya dalam mengembangkan energi hijau dan rendah karbon, dan tidak akan membangun proyek pembangkit listrik tenaga batu bara baru di luar negeri," kata Xi.
Utusan iklim AS John Kerry menanggapi janji China untuk tidak membangun pembangkit listrik tenaga batu bara di luar negeri, dengan mengatakan dia "sangat senang" dengan langkah tersebut.
Pengumuman China mengikuti langkah serupa yang lebih dulu diambil oleh Korea Selatan dan Jepang, dua negara lain yang menawarkan dana signifikan untuk proyek batu bara.
Helen Mountford, wakil presiden untuk iklim dan ekonomi di World Resources Institute, mengatakan ini adalah "titik balik bersejarah menjauh dari bahan bakar fosil paling kotor di dunia."
"Janji China menunjukkan bahwa selang kebakaran yang merupakan pembiayaan publik internasional untuk batu bara dimatikan," katanya.
China memfasilitasi 38,4 gigawatt listrik tenaga batu bara baru tahun lalu — lebih dari tiga kali lipat dari apa yang dihasilkan secara global.
Dalam sebuah surat pada awal tahun ini, kelompok-kelompok non-pemerintah mengatakan Bank of China yang dikelola negara adalah penyumbang dana tunggal terbesar untuk proyek-proyek batu bara, memompa $35 miliar dolar (Rp500 triliun) sejak perjanjian iklim Paris ditandatangani pada 2015.
Biden menggandakan dukungan AS untuk negara-negara yang terkena dampak iklim
Janji China terjadi menjelang konferensi PBB pada bulan November di Glasgow yang bertujuan untuk meningkatkan kesepakatan Paris.
Dukungan untuk aksi telah meningkat karena semakin banyak rekor suhu tinggi yang terpecahkan, dan masyarakat di seluruh dunia menyaksikan cuaca buruk yang menghancurkan, terkait dengan perubahan iklim, termasuk kebakaran, badai hebat, dan banjir.
Salah satu bagian penting dari kesepakatan Paris yang tertinggal adalah memobilisasi A$137 miliar dana yang dijanjikan untuk negara-negara yang paling terpukul oleh pemanasan global.
Biden, yang telah menempatkan isu lingkungan dalam agenda pemerintahannya mengatakan Amerika Serikat akan menggandakan kontribusinya.
Dampak komitmen China terhadap Indonesia
Keputusan Xi juga akan secara signifikan berdampak pada proyek yang sedang dijalankan di luar negaranya, terutama di Indonesia.
Sekitar 71 persen pembangkit listrik energi batu bara di Indonesia yang terdaftar saat ini didukung oleh dana China.
Meskipun demikian, keputusan tersebut diterima dengan baik oleh cukup banyak lembaga masyarakat.
Menurut Sisilia Nurmala Dewi, pemimpin tim Indonesia dari organisasi 350.org, seharusnya kepemimpinan lokal mengikuti kebijakan yang dinyatakan Xi.
“Investasi China di Indonesia dalam industri batu bara telah berkontribusi signifikan terhadap emisi gas rumah kaca di Indonesia, polusi udara, dan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat setempat. Kami berharap pemerintah Indonesia melalui bank sentral dan bank-bank milik negara segera mengikuti dan membuat pengumuman serupa,” katanya seperti yang dilaporkan oleh Tirto.
Saat ini, ada 30 pembangkit listrik energi batu bara dalam tahap pendanaan, prakonstruksi atau awal pembangunan.
"Pemerintah perlu mengumumkan PLTU mana saja yang akan batal dengan kebijakan China ini, agar ruang yang kosong diisi oleh energi terbarukan,” kata Manager Kampanye Energi dan Perkotaan WALHI Dwi Sawung kepada Tirto.
Para pengamat dan aktivis menilai, langkah China menarik pendanaan PLTU batu bara telah memperlihatkan bahwa industri batu bara ini telah senjakala sehingga pemerintah Indonesia juga diharapkan mengakhiri kebijakan yang berpihak pada industri ini.
Diproduksi oleh Mariah Papadopoulos dari artikel ABC News.