REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Pemerintahan Taliban ingin memutus semua rute perdagangan narkoba dari Afghanistan ke negara lain. Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengatakan, Taliban meminta bantuan Rusia untuk mengatasi masalah tersebut.
“Kami ingin menghentikan peredaran narkoba dari Afghanistan ke negara lain. Kami akan memblokir semua rute. Menanam ganja di Afghanistan juga merupakan masalah serius. Penting untuk memberikan alternatif kepada petani. Dalam hal ini, banyak negara, termasuk Rusia, bisa membantu memutus jalur perdagangan narkoba", kata Mujahid, dilansir Sputnik News, Jumat (24/9).
Menurut perkiraan, volume produksi opium ilegal telah melonjak antara 17 hingga 40 kali sejak 2001, ketika pasukan Amerika Serikat (AS) menginvasi Afghanistan. Amerika Serikat telah menghabiskan 8,6 miliar dolar AS untuk memerangi produksi obat-obatan di Afghanistan. Namun, Afghanistan tetap menjadi produsen opium terbesar di dunia.
Menurut laporan SIGAR (Special Inspector General of Afghanistan Reconstruction) 2017, sekitar 328.000 hektare lahan di Afghanistan digunakan untuk budidaya opium. Ketika itu ladang opium naik 63 persen dibandingkan pada 2016 yang merupakan tingkat tertinggi sejak 2002.
Laporan SIGAR juga menunjukkan, sekitar 900 ton heroin murni kualitaa ekapor diproduksi di Afghanistan tahun lalu. Jumlah penjualan heroin tersebut dapat menjadi insentif untuk perluasan zona pertempuran di seluruh Afghanistan.
Sementara di sisi lain, Mujahid mencatat bahwa pemerintahan Taliban tidak akan melakukan ekstradisi terhadap mantan Presiden Ashraf Ghani. Tetapi Taliban meminta agar Ghani mengembalikan dana yang dibawa kabur pada Agustus lalu.
"Tidak, kami tidak melakukan ekstradisi terhadap Ghani. Tapi Ashraf Ghani telah mencuri dana negara dan kami menuntut agar mereka dikembalikan ke bank. Itu milik rakyat dan bank kami," kata Mujahid.